Dapat dolar gratiss.. tak kasih tau carane yo

Rabu, 06 Mei 2009

Komunikasi Interpersonal

a) Konseling
Konseling adalah suatu proses bekerja dengan orang banyak, dalam suatu hubungan yang bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah (British Association of Counselling, 1984).
Konseling adalah hubungan professional antara konselor terlatih dengan klien, hubungan yang terbentuk biasanya bersifat individu ke individu, kadang juga melibatkan lebih dari satu orang missal keluarga klien (Burk dan Steffle, 1979).
Konseling adalah suatu proses dengan adanya seseorang yang dipersiapkan secara professional untuk membantu orang lain dalam pemahaman diri, pembuatan keputusan dan pemecahan masalah dari hati ke hati antarmanusia dan hasilnya tergantung pada kualitas hubungan (Pietrofesa, Leonard dan Hose, 1978).
Konseling keperawatan adalah bantuan yang diberikan perawat melalui interaksi yang mendalam, dalam bentuk kesiapan perawat untuk menampung ungkapan perasaan dan permasalahan klien (meliputi aspek kognitif, afektif, behavioural dan religius)
Karakteristik konseling dalm keperwatan :
1. Sifat padagogis merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan pendidikan bagi klien terutama tentang masalah kesehatan.
2. Melihat potensi klien bukan kelemahan
3. Menggembirakan klien.
4. Bersifat humanistic-religius.
5. Klien sebagai subyek memegang peranan dalam memutuskan tentang dirinya.


Tujuan konseling :
1. self-actualization. Dilakukan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi klien dan salah satu manifestasi potensi diri adalah tercapainya aktualisasi diri
2. Personal growth and personal development. Klien atau keluarganya menjadi kooperatif, lebih dewasa, lebih tenagng dan mantap dalam menghadapi masalah kesehatan yang sedang dialami.
3. Okayness. Sikap menghargai orang lain, peduli terhadap masalah dan kebutuhan orang lain, menjaga hak dan privasi orang lain.
4. Effektiveness. Seseorang diharapkan mampu menjalani hidup lebih efektif, lebih efisien dan sistematis dalam memilih alternative pemecahan masalah.
5. Competent. Bertambahnya kemampuan, baik dari aspek kognitif, afektif dan behaviour.

Fungsi konseling keperawatan :
1. Fungsi pencegahan. Konseling digunakan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan.
2. Fungsi adaptasi. Perubahan yang terjadi akibat terganggunya biologis, psikologis, social, dan spiritual klien memerlukan pengetahuan, persepsi dan motivasi klien.
3. Fungsi perbaikan. Terjadinya gangguan pada klien membutuhkan advise dan lingkungna yang dapat membangkitkan dan mengoptimalkan potensi klien.
4. Fungsi pengembangan. Merupakan dampak luas dari kegiatan konseling dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat dalam mewujudkan dan derajat kesehatan mesyarakat.
Teknik konseling :
1. Teknik authoritoritarian atau directive, yaitu suata teknik dimana dalam proses konseling berpusat pada konselor.
2. Teknik non-directive atau conseli centred, yaitu suatu pendekatan dimana konseli diberi kesempatan lebih banyak memimpin wawancara dan memiliki tanggung jawab atas pemecahan masalahnya sendiri
3. Teknik edetic, merupakan teknik yang proporsional dimana konselor menggunakan cara yang tepat sesuai dengan kondisi konseli dan masalahnya.
Beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor, antara lain:
1. Keterampilan menyimak
Merupakan keterampilan dalam memperhatikan, memahami dan memastikan masalah konseli agar terjadi persamaan persepsi antara konselor dan konseli
2. Keterampilan memberi arah( leading )
Merupakan pendekatan dengan memberi kesempatan pada klien untuk memberikan tanggapan terhadap umpan balik yang diberikan konselor selam proses konseling.
3. Keterampilan memantulkan
Merupakan cara untuk menyatakan kepada klien bahwa konselor berada dalam upaya penghayatan dan menyadari hal-hal yang menjadi perhatian konseli baik berupa perasaan, pengalaman, maupun isi ( materi permasalahan klien )
4. Keterampilan merangkum
Merupakan kegiatan memberi perhatian pada hal-hal yang dianggap penting dalam upaya pemecahan masalah konseling.
5. Teknik memperhadapkan
Merupakan pengakuan jujur dan langsung serta pemberian informasi yang dilakukan konselor kepada konseli.
Proses konseling
1. Tahap awal konseling
Merupakan awal hubungan antara klien dengan konselor .
Kegiatan yang terjadi pada tahap ini :

a. perkenalan
b. menenamkan sikap keterbukaan
c. memperjelas dan mendefinisikan masalah bersama
d. membuat penafsiran dan penyelesaian masalah
e. mengasosiasikan kontrak dengan klien

2. Tahap Kerja
Pada tahap ini konseling berlangsung mencakup kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada penentuan masalah dan pemecahan masalah klien ,yang secara rinci meliputi :
a. menjelajah dan mengeksplorasi masalah klien
b. menjaga hubungan tetap harmonis
c. menentukan masalah bersama dan membahas alternative pemecahan masalah
d. memberi kesempatan pada klien untuk menilai proses konseling yang berlangsung.
3. Tahap Akhir Konseling
Kegiatan yang terjadi pada tahap ini adalah :
a. membuat kesimpulan dari materi konseling
b. konselor mengevaluasi keberhasilan konseling dengan melihat tanda- tanda konseli sebagai berikut: menurunnya kecemasan, adanya perubahan perilaku yang lebih positf, dan mempunyai rencan masa depan yang lebih baik dan terarah
c. membuat perjanjian pertemuan berikutnya.

b).Kolaborasi Perawat dengan Dokter

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.
Berdasarkan kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya dalam usaha penggambungkan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukanan oleh Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berfikir dimana pihak yang terklibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan padangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
American Medical Assosiation (AMA), 1994, setelah melalui diskusi dan negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan professional dokter dan perawat, mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai berikut ; Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat. (www.nursingword.org/readroom,)
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika individu yang terlibat merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan bantuan kepada pasien.

Anggota Tim interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi seperti skema di bawah ini.






Gambar 1
Elemen kunci efektifitas kolaborasi

Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
- Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional.
- Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
- Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
- Meningkatnya kohesifitas antar profesional
- Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
- Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan. (www. kompas.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007)
Pertemuan profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak terjadi dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat menjadi fasilitator demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan menerapkan sistem atau kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan. Pencatatan terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan pengembangan tingkat pendidikan perawat dapat juga dijadikan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara dokter-perawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien. Dokter dan perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan pasien secara efektif. Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk menanamkan sejak dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses penyembuhan pasien. Kegiatan ronde bersama dapat ditindaklanjuti dengan pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga terjadi trasnfer pengetahuan diantara anggota tim.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif.
Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat

2. PENGENALAN MEDIA KOMUNIKASI

A. Pengertian Media Komunikasi
Media berarti wadah atau sarana. Dalam bidang komunikasi, istilah media yang sering kita sebut sebenarnya adalah penyebutan singkat dari media komunikasi. Media komunikasi sangat berperan dalam mempengaruhi perubahan masyarakat.

B. Tujuan Media Komunikasi bagi Keperawatan

 Media komunikasi pada profesi keperawatan dalam penyelenggaraan kegiatan komunikasi yaitu sebagai langkah aktif perawat untuk menyampaikan pesan atau idenya.

 Untuk membina hubungan baik terhadap setiap pihak yang berhubungan dengan keperawatan.

 Untuk menjaga agar kegiatan komunikasi tidak berubah menjadi indikator penghambat yang bisa mengganggu hubungan baik tersebut.

 Untuk dijadikan sebagai suatu sarana penyampaian pesan dari komunikator kepeda komunikan. Media komunikasi ini menjadi perantara diantara keduanya

C. Jenis media komunikasi
1) Klasifikasi Secara Umum
• Media komunikasi dapat dikategorikan menjadi 3 kategori,yaitu:
1. media umum
Adalah media yang dapat digunakan oleh semua pihak yang terlibat dalam komunikasi, media ini dapat berupa elektronik ataupun non-elektronik. Media ini biasanya dapat dipergunakan oleh masyarakat umum.
Contoh: telepon,hp,ohp,surat dinas,peta, dsb.
2. media massa
Adalah media yang digunakan untuk berkomuniasi massal. Misalnya: pers, radio, film, dan televisi
3. media khusus
Adalah media yang hanya dapat digunakan oleh dan untuk orang-orang tertentu saja yang mempunyai keahlian dan kewenangan tertentu.
Misalnya: sandi-sandi, kode-kode dalam komunikasi intelegen, simbol-simbol khusus dalam dunia kedokteran.

• Media komunikasi berdasarkan indra yang menangkapnya dibagi menjadi 3, yaitu:
1. media pendengaran (audio), antara lain: radio, bel, sirine, peluit, dll.
2. media penglihatan (visual), antara lain: poster, surat, papan, slide, OHP, dll.
3. media pendengaran dan penglihatan (audiovisual), antara lain: televisi, film, handphone, dll.

• Media komunikasi berdasarkan sifatnya:
1. tatap muka (sensitif, penting), pengirim mengirim pesan secara langsung kepeda penerima dengan tatap muka.
2. telepon (penting, kurang non verbal)
3. media surat atau memo (menghabiskan waktu, tidak bertemu orang lain)
4. pertemuan (terjadwal, tidak terjadwal)
5. foto, gambar, output, komputet, grafik, dll.

2) Klasifikasi Secara Khusus
 Teknologi yang dibuat manusia
Sarana yang dibuat oleh manusia yang dapat digunakan perawat atau tenaga kesehatan lain untuk menyampaikan pesan pada klien atau tenaga kesehatan lain ataupun masyarakat pada umumnya.
Misalnya: poster, leaflet, brosur, spanduk, baliho, alat peraga, telepon, hp, internet.
 Panca Indera
1) Visual channel
a) Melihat  tujuan, menerima stimulus visual
Contoh : Melihat kenaikan dan penurunan dada klien saat respirasi.
b) Observasi  tujuan, untuk menginterpretasi stimulus visual
Contoh : membuat catatan suara-suara napas, menghitung pernapasan
c) Persepsi  tujuan, untuk menentukan maksud dari kejadian visual
Contoh : diagnosa perubahan oksigenasi b.d respiratory distress
2) Auditory channel
a) Mendengar  tujuan, menerima stimulus auditory
Contoh : Mendengar perkataan klien
b) Mendengarkan  tujuan, mendapatkan kesadaran adanya pesan dan kejadian dan berhubungan dengan auditory
Contoh : Mengklarifikasi pernyataan klien
3) Khinesthetik channel
a) Prosedural touch  tujuan, melakukan teknik dan prosedur keperawatan
Contoh : Memandikan pasien di tempat tidur
b) Caring touch  tujuan, membentuk support emosional
Contoh : memberi sentuhan

D. Kegunaan Media Komunikasi
1. Memberikan pengetahuan tentang informasi yang akan disampaikan
 Pada perawatan pasien perlu diberi tahu pengetahuan tentang hal apa saja yang perlu dilakukan pasien untuk membantu kesembuhan pasien. Media tatap muka langsung antara perawat dan klien dapat mempermudah proses ini, sehingga hasil yang diharapkan dapat diwujudkan.
2. Memotivasi pasien
 Salah satu peran yang umum dari media komunikasi adalah memotivasi pasien. Tanpa motivasi, sangat mungkin tindakan perawatan tidak menghasilkan hasil yang diharakan. Usaha untuk memotivasi pasien seringkali dilakukan dengan memberi kemungkinan yag besar terhadap pemulihan kondisi klien ke kondisi semula
Cara pemilihan media komunikasi yang tepat
Agar komunikasi berjalan dengan efektif, maka media harus disesuaikan dengan pesan. Faktor pemilihan media:
1. ciri pesan
jika pesan bersifat penting, misalnya untuk kepentingan dinas maka media yang digunakan adalah surat. Namun jika pesan tidak bersifat formal, mungkin bisa menggunakan hp, sms, dsb.
2. tujuan yang diinginkan (ex: perawat yang ingin melakukan konseling sebaiknya menggunakan tatap muka langsung)
3. tipe dari pendengar (pendengar merupakan orang yang menginginkan informasi yang to the point atau tidak, pendengar menyukai adanya joke atau tidak.
4. kelekatan dengan pendengar (intim atau jauh)
5. horizon waktu
6. prefensi pribadi
Tidak semua media komunikasi dapat digunakan sebagai alat atau komunikasi dalam tindakan keperawatan. Seorang perawat harus menyesuaikan komunikasi tersebut dengan sasaran, ciri pesan, tujuan, kelekatan dengan pendengar, prefensi pribadi.
a. Ciri Pesan
Pesan yang bersifat penting harus disampaikan secara langsung atau menggunakan surat. Sedangkan pesan yang tidak terlalu penting dapat menggunakan hp, sms, atau memo.
b. Tujuan
Perawat harus melihat tujuan yang ingin disampaikan apakah berupa penyuluhan, peringantan, informasi, ataupun konseling.
c. Tipe pendengar
Perawat juga harus melihat kliennya, apakah berupa anak kecil, orang dewasa, remaja atau lansia harus disesuaikan.
d. Jarak Pendengar
Klien yang berjarak jauh dengan perawat, dapat digunakan hp atau sarana elektronik lainnya. Sedangkan mereka yang berjarak dekat dapat menggunakan media yang sesuai.



c). Kebuntuan Terapeutik
Kebuntuan therapeutik adalah hambatan kemajuan hubungan perawat dengan klien. Macam-macam kebuntuan therapeutik, yaitu:
1. Resistensi
Resistensi adalah upaya untuk tidak menyadari penyebab cemas atau kegelisahan yang dialami. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) Resistensi merupakan bentuk keengganan alamiah atau penghindaran secara verbal yang dipelajari. Resistensi meliputi tindakan menarik diri, bermusuhan, sikap tak terpengaruh, sangat tergantung, tranferens, serta countertransferens (Wilson dan Kneils, 1983). Bentuk-bentuk resistensi, yaitu: (Stuart dan Sundeen, 1995):
a. Lupa, diam, atau mengantuk
b. Pembicaraan yang bersifat dangkal
c. Pemghayatan intelektual klien
Muak terhadap normalitas, tetap menolak, memikul tanggung jawab untuk berubah dengan alasan normalitas adalah hal yang tidak penting
d. Reaksi tranferens
e. Peri;aku amuk atau tidak rasional
2. Tranferens
Transferens adalah pemindahan pikiran, peasaaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan orang lain dari masa kanak-kanak seseorang ke dalam hubungan saat ini (More dan Fine cit. Boyd dan Nihart, 1998). Menurut Boyd dan Nihart transferens merupakan perasaan yang tidak disadari terhadap orang lain yang berasal dari perasaan dan perilaku yang pada dasarnya berhubungan dengan figur yang penting, misalnya orang tua atau saudara. Ada dua jenis utama reaksi tranferens, yaitu:
a. Reaksi tranferens bermusuhan: bermusuhan, cemburu,
kompetisi.
b. Reaksi tranferens bergantung: keinginan untuk dicintai,
dihormati, dan kepuasan bila kebutuhan ketergantungan
terpenuhi.
3. Countertransferens
Countertransferens adalah reaksi perawat terhadap klien yang berdasar pada kebutuhan, konfliks, masalah, dan pandangan mengenai klien yang tidak disadari perawat dan sangat mempengaruhi hubungan perawat klien. Tanda-tanda countertransferens dari perawat antara lain pengenalan yang berlebihan terhadap klien dan terlibat dalam mendebat klien. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) 3 bentuk reaksi countertransferens, adalah:
a. Reaksi sangat mencintai atau caring
b. Reaksi sangat bermusuhan atau membenci
c. Reaksi sangat cemas.
Reaksi Countertranferens menurut Varcarolis (1990), yaitu:
a. Perasaan tidak sabar atau tidak sensitif terhadap klien
b. Perasaan iri
c. Terlalu perhatian pada klien diantara sesei
d. Bermimpi tentang klien
e. Menjadi mencampuri atau mengkontrol klien
f. Terlalu mengindentifikasi keadaan buruk atau kebahagiaan
klien
Beberapa bentuk countertranferens menurut Stuart dan Sundeen (1995), yaitu:
a. Ketidakmampuan berempati
b. Mengatuk
c. Perasaan marah atau tidak sabar
d. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian klien
e. Berdebat dengan klien, cenderung memaksa
f. Mencoba menolong dalam segala hal yang tidak
berhubungan dengan tujuan keperawatan
g. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial
h. Melamunkan atau terlalu memikirkan klien
i. Perasaan cemas, gelisah, perasaan bersalah terhadap klien
j. Kebutuhan mempertahankan intervensi keperawatan
4. Boundary Violation (Pelanggaran Batas)
Boundary violation terjadi jika perawat berusaha memenuhi kebutuhan pribadi dengan klien dan menjadikan hubungan perawatan menjadi tidak terapeutik serta membina hubungan sosial, ekonomi, dan personal klien. Batas-batas hubungan perawat yang tidak boleh dilanggar oleh seorang seorang perawat adalah sebagai berikut:
a. Batas peran. Dalam hal ini perawat harus bersikap profesional kepada siapa pun, tidak terkecuali keluarga perawat sendiri
b. Batas waktu. Peran seorang perawat ditentukan atau dibatasi oleh waktu, misalnya dengan adanya tugas shift.
c. Batas tempat dan ruang
d. Batas uang
e. Batas pemberian hadiah dan pelayanan
f. Batas pakaian, misalnya perawat diwajibkan untuk menggunakan seragam yang telah ditentukan oleh pihak rumah sakit
g. Batas bahasa
h. Batas pengungkapan diri secara personal
i. Batas kontak fisik
Di bawah ini adalah contoh-contoh pelanggaran yang dilakukan oleh perawat, yaitu:
a. Klien mengajak perawat makan di luar rumah
b. Klien mengenalkan perawat kepada anggota keluarganya untuk tujuan hubungan social
c. Perawat menerima hadiah dari klien
d. Perawat menghadiri acara sosial klien
e. Perawat menjalankan bisnis dan memesan pelayanan kepada klien
f. Hubungan professional berubah menjadi hubungan sosial
g. Perawat menghadiri pesta undangan klien
Cara-cara yang dapat dilakukan oleh seorang perawat untuk mengatasi kebuntuan terapeutik:
a. Perawat siap mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien
b. Perawat perlu mempunyai pengetahuan tentang kebuntuan terapeutik dan mengenali tingkah laku yang berhubungan
c. Klarifikasi, refleksi perasaan dapat digunakan untuk memfokuskan perawat terhadap apa yang terjadi
d. Latar belakang tingkah laku perlu digali baik pada perawat maupun pada klien
e. Tujuan hubungan dan area kebutuhan serta masalah ditinjau kembali

KOLABORASI PERAWAT DAN DOKTER
Pengertian
Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. (Shortridge et al. (1986) )
Pada dasarnya kolaborasi adalah proses kerja sama antara profesional kesehatan untuk pengambilan keputusan bersama demi kesembuhan pasien.

Elemen Kolaborasi
STRUKTUR
Dalam kolaborasi terdapat tiga model kolaborasi dimana praktik kolaborasi mengubah model hirarkis menjadi dua model interaksi.
Dokter

Registered Nurse
Pemberi Pelayanan Lain

Pasien
Gambar 1. Model praktik hirarkis
Model praktik hirarkis menekankan komunikasi satu arah, kontak terbatas antara pasien dan dokter dan dokter merupakan tokoh yang dominan.
Dokter

Registered Nurse Pemberi Pelayanan Lain

Pasien
Gambar 2. Model praktik kolaboratif tipe I
Model praktik kolaboratif tipe I menekankan komunikasi dua arah tapi tetap menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dengan pasien.

Dokter Registered Nurse


Pasien


Pemberi Pelayanan Lain
Gambar 3. Model praktik kolaboratif tipe II
Model kolaboratif tipe II lebih bepusat pada pasien dan semua pemberi pelayanan harus saling bekerja sama, juga dengan pasien.
PROSES
Dalam kolaborasi terdapat elemen proses, antara lain:
• Responsibility dan accountability
• Coordination
• Communication
• Cooperation
• Assertiveness
• Autonomy
• Mutual trust dan respect
HASIL AKHIR
Hasil akhir yang dihasilkan dalam sebuah kolaborasi merupakan integrasi dari ide-ide yang menghasilkan penilaian, definisi masalah atau rencana yang baru.

Hambatan Kolaborasi dan Cara Mengatasinya
HAMBATAN

1. Pola Komunikasi dan Perbedaan Latar Belakang Edukasi Perawat-Dokter
Konflik antara perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara dokter dan perawat berkomunikasi mengenai kesan masing-masing. Dua sistem pendidikan yang berbeda dengan sendirinya menghasilkan dua bahasa yang berbeda yang selanjutnya memantulkan dan memperkuat konflik antara perawat dan dokter.
2. Kurangnya Pengertian Antar-disiplin ilmu
Perbedaan status dan kekuasaan menjadi penyebab ketidaksesuaian. Dokter yang cenderung pria dan mempunyai tingkat ekonomi yang lebih tinggi dibanding perawat menjadi sebab konflik antara perawat dan dokter. Walaupun kini telah banyak wanita yang manggeluti dunia medis dan banya perawat yang mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, namun atmosfer masyarakat yang memandang profesi perawat lebih rendah dari pada dokter tetap kental dan itu menjadikan masing-masing profesi tidak menghargai satu sama lain dan menimbulkan masalah kolaborasi.
3. Kurangnya keterbukaan antara dokter dan perawat
Sistim pendidikan yang berbeda dan pandangan masyarakat tterhadap masing-masing profesi membuat masing-masing profesi enggan untuk berkomunikasi.
4. Sensitif pengaturan dan finansial
Profesi perawat yang dipandang sebelah mata oleh dunia medis menjadikan profesi ini sulit mendapatkan dukungan hukum dan finansial. Tidak terlindunginya profesi keperawatan oleh hukum sepenuhnya menghambat kinerja perawat dan tentu saja menghambat kolaborasi.

CARA MENGATASI
Praktik kolaborasi akan tumbuh dengan baik apabila perawat dan dokter belajar menggambarkan apa yang mereka pikirkan dan lakukan dalam bahasa yang mencerminkan penghargaan, dan manajemen sekian banyak aspek kompleks perawatan kesehatan. Dari perawat sendiri diperlukan dukungan hukum dan ekonomi untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitas perawat sehingga mampu untuk berkolaborasi dengan baik dengan tenaga kesehatan lainnya.
Selain itu untuk berkolaborasi, perawat dan dokter membutuhkan kompetensi yang harus dimiliki masing-masing profesi, yaitu:
1. Keahlian di bidang ilmu masing-masing
2. Keterampilan komunikasi
3. Saling menghormati dan mempercayai
4. Pengambilan keputusan
5. Manajemen konflik




Komunikasi Interpersonal
A. Pelaksanaan Prosedur Keperawatan
Komunikasi sangat penting dalam pelaksanaan aseorang perawat tidak akan dapat melaksanakan proses keperawatan dengan baik bila tidak terjalin komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik merukan salah satu factor keberhasilan proses keperawatan.
1. Pengkajian
 Data klien diperoleh melalui wawancara (anamnesa), pemerikasaan fisik, pemeriksaan diagnostic (laboratorium, foto, dsb), informasi / catatan dari tenaga kesehatan lain, dan dari keluarga klien.
 Hampir dipastikan bahwa semua data yang didapat tersebut diperoleh melaui proses komunikasi, baik komunikasi secara berlangsung (verbal, tertulis) maupun tidak langsung (nonverbal).
 Pada tahap ini, proses komunikasi berlangsung paling banyak disbanding komunikasi pada tahap proses keperawatan berikutnya.
 Kemampuan komunikasi mempengaruhi kelengkapan data. Perawat perlu mengetahui hambatan dan gaya klien berkomunikasi. Perawata perlu memperhatikan budaya yang mempengaruhi kapan dan dimana komunikasi dilakukan, penggunaan bahasa, usia, perkembangan klien.
 Hambatan klien dalam berkomunikasi:
a. Language deficits menentukan bahasa yang dipahami klien
b. Sensory deficits  kemampuan mendengar, melihat, dan membau
Ex. Memastikan klien dapat mendengar dengan baik
c. Cognitive impairments  suatu kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif
Ex. CVA, tumor otak dapat mempengaruhi fungsi kognitif
2. Diagnosa keperawatan
 Penentuan diagnosa tanpa mengkomunikasikan kepada klien dapat berakibat salahnya penialaian perawat terhadap masalah yang dihadapi klien.
 Sikap perawat yang komunikatif dan sikap yang kooperatif merupakan factor penting penetapan diagnose keperawatan yang tepat.
 Kemampuan komunikasi di sini yang diperlukan dalam menulis analisis data yang dida[at dari pengkajian serta mendiskusikan masalah yang ditemukan baik kepada klien, keluarga maupun kepada sesame perawat.
 Contoh diagnosa keperawatan akibat kelemahan komunikais verbal menurut NANDA:
- Cemas berhubungan dengan kelemahan komunikasi verbal
- Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan (fisik / anatomis)
- Harga diri rendah b.d. kelemahan komunikasi verbal
- Isolasi social b.d. kelemahan komunikasi verbal
- Gangguan komunikasi verbal b.d. perbedaan budaya
3. Perencanaan
 Interaksi dan komunikasi dengan klien sangat penting untuk menentukan pilihan rencana keperawatan yang akan dilakukan
 Rencana tindakan yang dibuat merupakan media komunikasi antar petugas kesehatan sehingga perencanaan yang disusun perawat dinas pagi dapat dievaluasi / dilanjutkan perawat dinas berikutnya.
 Penentuan etiologi memerlukan kecermatan, kegagalan penentuan etiologi akan berpengaruh terhadap tujuan tindakan keperawatan dan menggangu keberhasilan tindakan. Misal, penentuan tujuan dan intervensi pada klien dengan maslah komunikais yang disebabkan gangguan fisik berbeda dengan masalah komunikasi verbal yang disebabkan karena perbedaan budaya.
4. Implementasi
 Dua kategori perawat dalam berkomunikasi, saat mendekati klien untuk membantu memenuhi kebutuhan fisik klien dan ketika klien mengalami masalah fisikologis.
 Tindakan komunikasi saat menghampiri klien:
a. Menunjukkan muka jujur  tercipta suasana saling percaya
b. Mempertahankan kontak meta dengan baik  memperlihatkan kesungguhan dan perhatian
c. Fokus kepada klien  agar komunikasi terarah
d. Mempertahankan postur terbuka
e. Aktif mendengarkan eksplorasi perasaan klien
f. Rileks saat bersama klien
 Petugas kesehatan harus meningkatkan kemampuan nonverbalnya dengan “SOLER”
S – Sit (duduk) menghadap klien perawat ada untuk mendengar
O – Observe (mengamati) suatu postur terbuka (menandakan tangan dan lengan tidak menyilang)
L – Learn (mencondong ke arah klien)
E – Establish (melakukan dan menjaga kontak mata)
R – Relax  kondisi nyaman dan harmonis
5. Evaluasi
 Komunikasi untuk mengevaluasi apakah tindakan yang telah dilakukan perawat / tenaga kesehatan lainnya membawa pengaruh / hasil positif bagi klien.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar