Dapat dolar gratiss.. tak kasih tau carane yo

Sabtu, 28 November 2009

di bohongi

setelah berkomitmen cukup lama akhirnya aku mendapati kenyataan bahwa aku di bohongi, dasar wanita yang kejam


Minggu, 23 Agustus 2009

mati sudah hatiku

tak ada yang di tampilkan, maapkan aku.


Selasa, 11 Agustus 2009

PKPT UM (universitas negeri malang)

seperti biasa PKPT atau ospek dalam istilah yang umum dilaksanakan di universitas negeri malang. Tapi selalu saja ada praktik "regenerasi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang kurang bertanggung jawab, Praktek regenerasi dari perploncoan yang kurang baik.... saya cuma berpendapat bahwa PKPT dengan menggunakan pola "perploncoan" tidak sesuai dengan pola demokrasi yang di junjung tinggi di negara ini.. senioritas serta berbagai macam hal-hal yang tidak penting dilkakukan di UM tercinta ini..
saya berharap kelak pola "perploncoan" di hapus di UM. karna tidak sesuai dengan cita-cita dari mahasiswa yang melakukan reformasi di jakarta... rezim otoriter dan ketidak berpihakkan kepada demokrasi haruslah tidak ada di pola pikir mahasiswa atau rezim orba akan berkamuflase di era sekarang

Senin, 10 Agustus 2009

skripsiku dah kelar

Prasetyo, Bayu. 2009. Pengaruh Store Atmosphere (suasana toko) terhadap keputusan pembelian konsumen (Studi pada konsumen Toko Stroberi Matos) Skripsi, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dr. Sudarmiatin, M.si., (II) Ita Prihatining Wilujeng, S.E, M M.

Kata Kunci: Store Atmosphere (suasana Toko), Keputusan Pembelian

Beberapa tahun ini pertumbuhan perekonomian kota Malang mengalami peningkatan. Hal ini tidak lepas dari berdirinya beberapa Mall yang mulai bermunculan dimana di salah satunya Matos (malang town square). Di dalam setiap gerai/toko di dalam Matos mempunyai tatanan yang berbeda-beda yang kesemuanya menciptakan suasana tertentu. Dari tatanan tersebut yang bertujuan untuk menciptakan suasana tertentu ini lazim disebut sebagai store atmosphere (suasana toko). Store atmosphere (suasana toko) merupakan persepsi suasana toko sebagai akibat dari pengaruh efek-efek yang diciptakan pengusaha untuk membuat suatu toko agar menarik untuk dikunjungi oleh konsumen. Saat ini perusahaan yang menerapkan store atmosphere (suasana toko) dalam hal penjualan produknya salah satunya adalah Perusahaan Sroberi


Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengetahui kondisi/keadaan store atmosphere (Suasana toko) terhadap keputusan pembelian di Toko Stroberi Matos. 2) Mengetahui pengaruh Store atmosphere (Suasana toko) terhadap keputusan pembelian pada konsumen Stroberi Matos baik secara parsial maupun simultan. 3) Mengetahui faktor yang lebih dominan dari faktor desain, faktor sosial dan faktor ambien terhadap keputusan pembelian di toko Stroberi Matos.
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang sedang ataupun pernah berbelanja di Toko Stroberi Matos. Dalam penelitian ini menggunakan 110 sampel yang penentuan jumlah minimal sampelnya menggunakan teknik sampling simple random sampling. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda.
Hasil penelitian ini menyimpulkan: 1) Faktor desain memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. 2) Faktor Sosial memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. 3) Faktor ambien memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. 4) Komponen sosial pada store atmosphere (suasana toko) merupakan yang dominan dalam mempengaruhi keputusan pembelian konsumen di toko stroberi Matos.
Saran yang dapat dikemukakan antara lain ditujukan kepada perusahaan Stroberi agar perlu tetap mempertahankan dan mengembangkan store atmosphere (suasana Toko). Saran ditujukan untuk peneliti yang tertarik untuk melanjutkan penelitian ini adalah untuk mencoba melakukan penelitian pada obyek yang lain yang menerapkan store atmosphere (suasana toko) agar nanti hasilnya dapat dijadikan perbandingan bagaimana pengaruhnya terhadap keputusan pembelian konsumen.

Minggu, 07 Juni 2009

surprise buat ultah jius

buat jius dari widi. ane hanya sebagai perantara aja, semoga awet dehh....

Jumat, 29 Mei 2009

kentut

Fakta ilmiah tentang kentut

Buang angin, kentut, atau yang dalam istilah ilmiahnya disebut flatulence, flatulency, flatus, adalah ciptaan Allah, yang sudah pasti bukanlah peristiwa biasa. Anda dapat membuktikannya dengan mencari tulisan ilmiah seputar kentut di mesin pencari pustaka ilmiah di internet, misalnya di scholar.google. com dengan mengetikkan kata kunci flatulence intestine. Yang akan Anda dapatkan adalah tidak kurang dari 4800 rujukan ilmiah yang membahas atau mengandung rujukan tentang kentut dari tahun 2000 hingga sekarang! Tidak sampai di situ saja. Rujukan ilmiah tersebut diterbitkan oleh beragam jurnal ilmiah dari berbagai disiplin, dari ilmu gizi, kedokteran, hingga kesehatan dan pengobatan. Sudah pasti ini bermakna pula peneliti dan para ilmuwan yang berkecimpung di bidang penelitian kentut juga berasal dari beragam disiplin ilmu. Fisika di balik kentut Keluarnya angin dari anus itu sendiri juga merupakan peristiwa yang memperlihatkan kebesaran Sang Pencipta. Di dalam saluran pencernaan makanan, terutama di dalam usus, terdapat berbagai zat berwujud padat, cair, gas, serta dengan tingkat kepadatan dan keenceran beragam. Hebatnya, angin kentut yang berbentuk gas bisa mengalir ke arah bawah, dan menerobos cairan dan padatan di dalam usus, untuk kemudian keluar meninggalkan dubur.


Ini bukan peristiwa yang tidak aneh. Mengapa? Anda bisa mencoba mencampur zat padat, zat cair dan gas di dalam tabung atau gelas yang memiliki katup pengeluaran di bagian dasarnya. Lalu Anda berikan tekanan pada campuran tersebut, bisakah Anda memastikan bahwa gas tersebut bergerak ke arah bawah dan bahwa yang keluar dari katup pengeluaran tersebut hanya gas saja? Biasanya gas atau gelembung udara bergerak menuju ke atas karena lebih ringan, dan sulit mengeluarkan gas tanpa mencegah keluarnya cairan atau padatannya melalui katup tersebut. Tapi peristiwa kentut terjadi melalui cara di luar kebiasaan itu berkat sempurnanya ciptaan Allah pada otot cincin yang membuka dan menutup lubang anus itu. Otot lingkar pada dubur ini mampu merasakan keberadaan gas kentut dan mengatur pengeluarannya sedemikian rupa sehingga hanya gas saja, dan bukan padatan dan cairan, yang keluar dari anus. Bayangkan seandainya otot ini tidak mampu memilah dan mencegah keluarnya cairan dan padatan dari usus besar kita di saat kita buang angin di tempat terbuka. Sangat diragukan jika ada alat buatan manusia yang mampu melakukan kerja seperti lubang anus yang luar biasa itu. Otot-otot dan jaringan terkait di seputar anus adalah organ ciptaan Allah yang Mahahebat, yang mampu melakukan kerja pelepasan gas kentut sekitar 10 kali per hari dengan sempurna, selama puluhan tahun usia manusia.


Kimia gas kentut Di dalam usus besar, sekitar 70% gas berasal dari udara yang tertelan melalui mulut kita. Ketika makan, orang pada saat yang sama menelan ke dalam perutnya sekitar 2-3 cc udara. Misalnya, jika kita makan apel, udara tambahan yang ikut tertelan ke dalam tubuh kita adalah sekitar 20 cc. Begitu pula dengan minum. Kurang lebih 17 cc udara memasuki saluran pencernaan makanan saat seseorang meminum 10 cc air. Gas selebihnya yang terdapat pada usus adalah gas asli buatan “dalam negeri”, alias muncul dari dalam usus itu sendiri dan bukan dari luar tubuh. Gas ini dihasilkan melalui aktifitas penguraian oleh mikroba di dalam saluran pencernaan kita. Bagaimana gas-gas itu terbentuk? Tidak semua makanan yang kita telan dicerna sempurna dan diserap keseluruhannya di dalam usus halus. Sebagian makanan berserat atau zat tepung yang tak tercerna sempurna ini, misalnya kacang-kacangan, kemudian dirombak atau diuraikan oleh mikroba yang menghuni saluran pencernaan kita. Penguraian ini di antaranya menghasilkan zat-zat berwujud gas seperti metana dan hidrogen sulfida, serta gas-gas yang mengandung unsur belerang lainnya. Gas kentut adalah campuran beragam gas. Kentut sebagian besarnya terdiri atas gas oksigen, nitrogen, karbon dioksida dan metana yang kesemuanya ini bukan penyebab bau tidak sedap. Yang memunculkan aroma tidak sedap pada kentut adalah gas-gas yang mengandung belerang. Di antaranya adalah hidrogen sulfida (bau telur busuk), methanethiol (bau sayur membusuk). Namun ada pula dimetil sulfida yang memiliki bau manis.


Kreatif karena kentut

Ternyata kentut memiliki nilai komersial. Sebut saja Josef Pujol, warga Prancis kelahiran Marseilles tahun 1857. Ia memiliki kelebihan mampu dengan sengaja mengendalikan otot-otot perutnya. Dengannya, ia dapat dengan mudah menyedot 2 liter udara ke dalam usus besarnya melalui anus, dan meniupkan kembali ke luar anus. Dengan kata lain, ia mampu membuat “kentut buatan”. Berbekal bakat ini, ia memasuki dunia pentas hiburan. Sebelum pentas, ia “mencuci usus besarnya” agar tidak menimbulkan bau tak sedap. Suara buang anginnya hanya memiliki 4 tangga nada: do, mi, sol dan do lagi. Pentas profesionalnya berawal di tahun1887. Karirnya mulai menanjak ketika ia naik panggung di gedung musik Moulin Rouge di Paris pada tahun1892. Dalam pentasnya, terkadang ia memasang selang pada anusnya yang kemudian disambungkan ke berbagai alat musik tiup untuk bermain musik. Selain sangat terkenal, ia juga mendapatkan penghasilan 20.000 frank per minggu, dua setengah kali lebih banyak dibandingkan artis kondang kala itu, Sarah Bernhardt. Ketenarannya ini bahkan sempat mendorong Raja Belgia datang diam-diam untuk melihat Josef Pujol. Penyaring kentut Kini telah tersedia produk di pasaran yang berfungsi menghilangkan bau kentut yang tidak sedap.


FLAT-D adalah salah satu nama produk berbentuk kain persegi panjang, yang mudah dilipat dan dibawa. Kain ini digunakan dengan cara menghamparkan di atas kursi kerja, atau kursi kantor. Selain dapat dicuci dan digunakan ulang, kain ini mengandung karbon teraktifasi. Ketika seseorang buang angin dalam keadaan duduk di atas kursi kerja yang tertutup kain FLAT-D, kain ajaib ini menyerap aroma tidak sedap kentut tersebut. Penyaring kentut ini diproduksi pula dalam bentuk pembalut yang dapat direkatkan pada celana dalam, sehingga lebih praktis. Selain FLAT-D, ada pula produk serupa bernama Under-Ease yang dikeluarkan oleh perusahaan Under-Tec Corp. Pakaian dalam yang sudah mendapatkan hak paten ini adalah hasil kerja keras penelitian pasangan suami istri Buck and Arlene Weimer. Produk mereka sempat menjadi buah bibir di media massa AS di awal tahun 2000-an. Demikianlah, tulisan singkat ini tidak mungkin dapat menampung seluruh hasil-hasil temuan ilmiah dan inovasi teknologi seputar kentut, gas yang seringkali dicemooh orang. Namun, sebagai salah satu ciptaan Allah, ternyata kentut membuktikan bahwa tiada sesuatu yang Allah ciptakan, melainkan menjadi bukti keagungan dan keluasan ilmu Allah, Pencipta tanpa tara.

pemerkosaan versi taxi

sebelum terjadi pada anak anda atau sodara anda, atau kalian sendiri. maka dengan ini saya memberikan tips naik taxi di jakarta. mudah2han bermanfaat

Sekarang ini kembali marak kejahatan di taxi. Berikut ini adalah cara/tips khususnya agar aman naik taxi di Jakarta:

1. Saat menyetop, periksa jumlah roda saat anda nyetop taxi, pastikan jumlahnya ada 4, kalo cuma 3 berarti anda naik bajaj.

2. Periksa juga jumlah kursinya, kalau jumlahnya banyak, berarti anda naik Metromini....
3. Sebutkan tujuan anda dengan benar untuk menghindari supir taxi membawa anda ke rumahnya.

4. Sama pak supir jangan terlalu galak nanti diusir, jangan pula terlalu baik nanti ditaksir.

5. Perhatikan selalu argo meter, pastikan tulisannya 'argometer', jangan sampe tulisannya argo bromo atau argo gede (karena kesalahan ini amat fatal & membuat anda makin jauh dari tujuan).

6. Yakinkan diri Anda bahwa Anda sudah duduk didalam taxi itu sebelum taxinya jalan, karena kalau tidak, jangan-jangan Anda masih duduk di halte bus, dan belum terbawa oleh taxi itu.

7. Jangan lompat ke luar taxi selagi taxi itu berlari kencang. Itu akan sangat membahayakan orang lain. kalo anda ya itu salah sendiri.

8. Jangan pernah tertidur di dalam perjalanan dengan taxi, untuk menghindari supir taxi menagih tarif taxi plus tarif sewa kamar.

9. Kalau Anda laki-laki dan supir taxinya bertanya siapa nama Anda, jangan pernah mengaku bahwa nama Anda Ibrahim, nanti Anda dikira Tommy Soeharto. Apalagi kalau Anda perempuan, jangan mengaku bernama Ibrahim, nanti dikira berbohong.

10. Jangan naik taxi yang ada tulisannya "Tarif Lama". Anda bisa ditagih terus-menerus dalam setahun atau dua tahun ke depan sehabis naik taxi itu.

11. Pastikan anda selalu ramah kepada sopir sapa tau malah ga ditarik bayaran, soal entah dibawa kemana itu saya tidak tahu.

12. Daripada di ajak ngobrol sama pak sopir mending bawain portable tv syukur2 kalo ada vcd/dvd player.

13. Kalo anda duduk di depan pastikan tangan sopir jangan sampe menyentuh paha anda, kalo anda cowok berarti sopir kayak gitu patut dicurigai gay.


modus pemerkosaan

Katanya, sekarang ada cara baru pemerkosaan terhadap wanita. Yang terjadi seperti ini, seorang cewek melihat ada seorang anak kecil dijalanan sedang menangis. Merasa kasihan, ia menanyakan apa yg terjadi pada anak tersebut.'Aku tersesat, bisakah mengantarku pulang?' Lalu anak kecil itu memberikan selembar kertas yg berisikan alamat rumahnya.Karena cewek itu termasuk orang yg baik hati, tidak menaruh curiga apa2 dan membawa anak tersebut ke alamat yg tertera. Ketika tiba di 'rumah' anak kecil itu, ia menekan bel, tiba2 ia kaget karena bel tersebut bertegangan tinggi dan lalu pingsan. Ketika ia terbangun pada hari berikutnya, ia mendapati dirinya dalam keadaan telanjang dalam sebuah rumah kosong Ia tidak pernah melihat wajah penyerangnya.
Itulah sebabnya sekarang ini penindak krimal mencari sasaran pada orang2 yg berbaik hati. Jika terjadi masalah seperti ini :
"JANGAN PERNAH MEMBAWA ANAK KECIL TERSEBUT KE TEMPAT YG DIMINTA. JIKA MASIH TERUS DIDESAK, BAWALAH ANAK TERSEBUT KE KANTOR POLISI."


Anak yg tersesat paling bagus dibawa ke kantor polisi.. Tolong sebarkan kepada teman2 kalian semua terutama yg cewek2, istri, adik perempuan. HARAP BER-HATI2.



KEDUA :

Telah beredar sebuah obat baru yang bernama 'Progesterex' (you may check the internet for the availability) . Obat ini adalah pil kecil yang digunakan untuk mensterilisasi. Obat ini sekarang dipakai oleh para pemerkosa pada perayaan pesta, Pub, Discotique untuk memperkosa dan mensterilisasi korbannya. Progesterex pada dasarnya dijual pada beberapa dokter hewan dan toko binatang, dan digunakan untuk mensterilkan hewan besar. Obat biasanya digunakan bersamaan dengan Rohypnol (Roofies) semacam obat bius pembeliannya harus menggunakan resep dokter (tahu sendiri dinegara yg tercinta' Indonesia , you have money you can buy almost everything). Rohypnol ini semacam effervescent tablet yang cepat larut didalam air. Pelaku hanya tinggal memasukan Rohypnol dan Progesterex kedalam minuman mereka berdua dan Korban tidak akan pernah ingat apa yang telah terjadi pada malam/pagi/siang/ sore itu dan Progesterex akan membuat si wanita TIDAK AKAN HAMIL, sehingga si pemerkosa akan tetap! bebas berkeliaran without worry about having apaternity test indentifying him beberapa bulan kemudian.
Tetapi yang perlu diperhatikan, EFFECT PROGESTEREX TIDAK SEMENTARA.Progester ex dibuat untuk mensterilkan kuda, jerapah, dan binatang besar lainnya. Setiap wanita yang telah meminumnya TIDAK AKAN PERNAH MENGANDUNG LAGI SEUMUR HIDUPNYA.
Jadi BERHATI-HATILAH bila pergi ke PUB atau CAFE atau dimanapun anda berada dan jangan menerima minum dari sembarang pria yang tidak anda kenal dengan baik.
Believe it or not, there is even a site on the internet for the drug, telling people how to use it.

Regards,
Agust

Rabu, 06 Mei 2009

Komunikasi Interpersonal

a) Konseling
Konseling adalah suatu proses bekerja dengan orang banyak, dalam suatu hubungan yang bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah (British Association of Counselling, 1984).
Konseling adalah hubungan professional antara konselor terlatih dengan klien, hubungan yang terbentuk biasanya bersifat individu ke individu, kadang juga melibatkan lebih dari satu orang missal keluarga klien (Burk dan Steffle, 1979).
Konseling adalah suatu proses dengan adanya seseorang yang dipersiapkan secara professional untuk membantu orang lain dalam pemahaman diri, pembuatan keputusan dan pemecahan masalah dari hati ke hati antarmanusia dan hasilnya tergantung pada kualitas hubungan (Pietrofesa, Leonard dan Hose, 1978).
Konseling keperawatan adalah bantuan yang diberikan perawat melalui interaksi yang mendalam, dalam bentuk kesiapan perawat untuk menampung ungkapan perasaan dan permasalahan klien (meliputi aspek kognitif, afektif, behavioural dan religius)
Karakteristik konseling dalm keperwatan :
1. Sifat padagogis merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan pendidikan bagi klien terutama tentang masalah kesehatan.
2. Melihat potensi klien bukan kelemahan
3. Menggembirakan klien.
4. Bersifat humanistic-religius.
5. Klien sebagai subyek memegang peranan dalam memutuskan tentang dirinya.


Tujuan konseling :
1. self-actualization. Dilakukan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi klien dan salah satu manifestasi potensi diri adalah tercapainya aktualisasi diri
2. Personal growth and personal development. Klien atau keluarganya menjadi kooperatif, lebih dewasa, lebih tenagng dan mantap dalam menghadapi masalah kesehatan yang sedang dialami.
3. Okayness. Sikap menghargai orang lain, peduli terhadap masalah dan kebutuhan orang lain, menjaga hak dan privasi orang lain.
4. Effektiveness. Seseorang diharapkan mampu menjalani hidup lebih efektif, lebih efisien dan sistematis dalam memilih alternative pemecahan masalah.
5. Competent. Bertambahnya kemampuan, baik dari aspek kognitif, afektif dan behaviour.

Fungsi konseling keperawatan :
1. Fungsi pencegahan. Konseling digunakan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan.
2. Fungsi adaptasi. Perubahan yang terjadi akibat terganggunya biologis, psikologis, social, dan spiritual klien memerlukan pengetahuan, persepsi dan motivasi klien.
3. Fungsi perbaikan. Terjadinya gangguan pada klien membutuhkan advise dan lingkungna yang dapat membangkitkan dan mengoptimalkan potensi klien.
4. Fungsi pengembangan. Merupakan dampak luas dari kegiatan konseling dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat dalam mewujudkan dan derajat kesehatan mesyarakat.
Teknik konseling :
1. Teknik authoritoritarian atau directive, yaitu suata teknik dimana dalam proses konseling berpusat pada konselor.
2. Teknik non-directive atau conseli centred, yaitu suatu pendekatan dimana konseli diberi kesempatan lebih banyak memimpin wawancara dan memiliki tanggung jawab atas pemecahan masalahnya sendiri
3. Teknik edetic, merupakan teknik yang proporsional dimana konselor menggunakan cara yang tepat sesuai dengan kondisi konseli dan masalahnya.
Beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor, antara lain:
1. Keterampilan menyimak
Merupakan keterampilan dalam memperhatikan, memahami dan memastikan masalah konseli agar terjadi persamaan persepsi antara konselor dan konseli
2. Keterampilan memberi arah( leading )
Merupakan pendekatan dengan memberi kesempatan pada klien untuk memberikan tanggapan terhadap umpan balik yang diberikan konselor selam proses konseling.
3. Keterampilan memantulkan
Merupakan cara untuk menyatakan kepada klien bahwa konselor berada dalam upaya penghayatan dan menyadari hal-hal yang menjadi perhatian konseli baik berupa perasaan, pengalaman, maupun isi ( materi permasalahan klien )
4. Keterampilan merangkum
Merupakan kegiatan memberi perhatian pada hal-hal yang dianggap penting dalam upaya pemecahan masalah konseling.
5. Teknik memperhadapkan
Merupakan pengakuan jujur dan langsung serta pemberian informasi yang dilakukan konselor kepada konseli.
Proses konseling
1. Tahap awal konseling
Merupakan awal hubungan antara klien dengan konselor .
Kegiatan yang terjadi pada tahap ini :

a. perkenalan
b. menenamkan sikap keterbukaan
c. memperjelas dan mendefinisikan masalah bersama
d. membuat penafsiran dan penyelesaian masalah
e. mengasosiasikan kontrak dengan klien

2. Tahap Kerja
Pada tahap ini konseling berlangsung mencakup kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada penentuan masalah dan pemecahan masalah klien ,yang secara rinci meliputi :
a. menjelajah dan mengeksplorasi masalah klien
b. menjaga hubungan tetap harmonis
c. menentukan masalah bersama dan membahas alternative pemecahan masalah
d. memberi kesempatan pada klien untuk menilai proses konseling yang berlangsung.
3. Tahap Akhir Konseling
Kegiatan yang terjadi pada tahap ini adalah :
a. membuat kesimpulan dari materi konseling
b. konselor mengevaluasi keberhasilan konseling dengan melihat tanda- tanda konseli sebagai berikut: menurunnya kecemasan, adanya perubahan perilaku yang lebih positf, dan mempunyai rencan masa depan yang lebih baik dan terarah
c. membuat perjanjian pertemuan berikutnya.

b).Kolaborasi Perawat dengan Dokter

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.
Berdasarkan kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya dalam usaha penggambungkan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukanan oleh Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berfikir dimana pihak yang terklibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan padangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
American Medical Assosiation (AMA), 1994, setelah melalui diskusi dan negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan professional dokter dan perawat, mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai berikut ; Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat. (www.nursingword.org/readroom,)
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika individu yang terlibat merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan bantuan kepada pasien.

Anggota Tim interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi seperti skema di bawah ini.






Gambar 1
Elemen kunci efektifitas kolaborasi

Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
- Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional.
- Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
- Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
- Meningkatnya kohesifitas antar profesional
- Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
- Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan. (www. kompas.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007)
Pertemuan profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak terjadi dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat menjadi fasilitator demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan menerapkan sistem atau kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan. Pencatatan terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan pengembangan tingkat pendidikan perawat dapat juga dijadikan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara dokter-perawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien. Dokter dan perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan pasien secara efektif. Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk menanamkan sejak dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses penyembuhan pasien. Kegiatan ronde bersama dapat ditindaklanjuti dengan pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga terjadi trasnfer pengetahuan diantara anggota tim.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif.
Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat

2. PENGENALAN MEDIA KOMUNIKASI

A. Pengertian Media Komunikasi
Media berarti wadah atau sarana. Dalam bidang komunikasi, istilah media yang sering kita sebut sebenarnya adalah penyebutan singkat dari media komunikasi. Media komunikasi sangat berperan dalam mempengaruhi perubahan masyarakat.

B. Tujuan Media Komunikasi bagi Keperawatan

 Media komunikasi pada profesi keperawatan dalam penyelenggaraan kegiatan komunikasi yaitu sebagai langkah aktif perawat untuk menyampaikan pesan atau idenya.

 Untuk membina hubungan baik terhadap setiap pihak yang berhubungan dengan keperawatan.

 Untuk menjaga agar kegiatan komunikasi tidak berubah menjadi indikator penghambat yang bisa mengganggu hubungan baik tersebut.

 Untuk dijadikan sebagai suatu sarana penyampaian pesan dari komunikator kepeda komunikan. Media komunikasi ini menjadi perantara diantara keduanya

C. Jenis media komunikasi
1) Klasifikasi Secara Umum
• Media komunikasi dapat dikategorikan menjadi 3 kategori,yaitu:
1. media umum
Adalah media yang dapat digunakan oleh semua pihak yang terlibat dalam komunikasi, media ini dapat berupa elektronik ataupun non-elektronik. Media ini biasanya dapat dipergunakan oleh masyarakat umum.
Contoh: telepon,hp,ohp,surat dinas,peta, dsb.
2. media massa
Adalah media yang digunakan untuk berkomuniasi massal. Misalnya: pers, radio, film, dan televisi
3. media khusus
Adalah media yang hanya dapat digunakan oleh dan untuk orang-orang tertentu saja yang mempunyai keahlian dan kewenangan tertentu.
Misalnya: sandi-sandi, kode-kode dalam komunikasi intelegen, simbol-simbol khusus dalam dunia kedokteran.

• Media komunikasi berdasarkan indra yang menangkapnya dibagi menjadi 3, yaitu:
1. media pendengaran (audio), antara lain: radio, bel, sirine, peluit, dll.
2. media penglihatan (visual), antara lain: poster, surat, papan, slide, OHP, dll.
3. media pendengaran dan penglihatan (audiovisual), antara lain: televisi, film, handphone, dll.

• Media komunikasi berdasarkan sifatnya:
1. tatap muka (sensitif, penting), pengirim mengirim pesan secara langsung kepeda penerima dengan tatap muka.
2. telepon (penting, kurang non verbal)
3. media surat atau memo (menghabiskan waktu, tidak bertemu orang lain)
4. pertemuan (terjadwal, tidak terjadwal)
5. foto, gambar, output, komputet, grafik, dll.

2) Klasifikasi Secara Khusus
 Teknologi yang dibuat manusia
Sarana yang dibuat oleh manusia yang dapat digunakan perawat atau tenaga kesehatan lain untuk menyampaikan pesan pada klien atau tenaga kesehatan lain ataupun masyarakat pada umumnya.
Misalnya: poster, leaflet, brosur, spanduk, baliho, alat peraga, telepon, hp, internet.
 Panca Indera
1) Visual channel
a) Melihat  tujuan, menerima stimulus visual
Contoh : Melihat kenaikan dan penurunan dada klien saat respirasi.
b) Observasi  tujuan, untuk menginterpretasi stimulus visual
Contoh : membuat catatan suara-suara napas, menghitung pernapasan
c) Persepsi  tujuan, untuk menentukan maksud dari kejadian visual
Contoh : diagnosa perubahan oksigenasi b.d respiratory distress
2) Auditory channel
a) Mendengar  tujuan, menerima stimulus auditory
Contoh : Mendengar perkataan klien
b) Mendengarkan  tujuan, mendapatkan kesadaran adanya pesan dan kejadian dan berhubungan dengan auditory
Contoh : Mengklarifikasi pernyataan klien
3) Khinesthetik channel
a) Prosedural touch  tujuan, melakukan teknik dan prosedur keperawatan
Contoh : Memandikan pasien di tempat tidur
b) Caring touch  tujuan, membentuk support emosional
Contoh : memberi sentuhan

D. Kegunaan Media Komunikasi
1. Memberikan pengetahuan tentang informasi yang akan disampaikan
 Pada perawatan pasien perlu diberi tahu pengetahuan tentang hal apa saja yang perlu dilakukan pasien untuk membantu kesembuhan pasien. Media tatap muka langsung antara perawat dan klien dapat mempermudah proses ini, sehingga hasil yang diharapkan dapat diwujudkan.
2. Memotivasi pasien
 Salah satu peran yang umum dari media komunikasi adalah memotivasi pasien. Tanpa motivasi, sangat mungkin tindakan perawatan tidak menghasilkan hasil yang diharakan. Usaha untuk memotivasi pasien seringkali dilakukan dengan memberi kemungkinan yag besar terhadap pemulihan kondisi klien ke kondisi semula
Cara pemilihan media komunikasi yang tepat
Agar komunikasi berjalan dengan efektif, maka media harus disesuaikan dengan pesan. Faktor pemilihan media:
1. ciri pesan
jika pesan bersifat penting, misalnya untuk kepentingan dinas maka media yang digunakan adalah surat. Namun jika pesan tidak bersifat formal, mungkin bisa menggunakan hp, sms, dsb.
2. tujuan yang diinginkan (ex: perawat yang ingin melakukan konseling sebaiknya menggunakan tatap muka langsung)
3. tipe dari pendengar (pendengar merupakan orang yang menginginkan informasi yang to the point atau tidak, pendengar menyukai adanya joke atau tidak.
4. kelekatan dengan pendengar (intim atau jauh)
5. horizon waktu
6. prefensi pribadi
Tidak semua media komunikasi dapat digunakan sebagai alat atau komunikasi dalam tindakan keperawatan. Seorang perawat harus menyesuaikan komunikasi tersebut dengan sasaran, ciri pesan, tujuan, kelekatan dengan pendengar, prefensi pribadi.
a. Ciri Pesan
Pesan yang bersifat penting harus disampaikan secara langsung atau menggunakan surat. Sedangkan pesan yang tidak terlalu penting dapat menggunakan hp, sms, atau memo.
b. Tujuan
Perawat harus melihat tujuan yang ingin disampaikan apakah berupa penyuluhan, peringantan, informasi, ataupun konseling.
c. Tipe pendengar
Perawat juga harus melihat kliennya, apakah berupa anak kecil, orang dewasa, remaja atau lansia harus disesuaikan.
d. Jarak Pendengar
Klien yang berjarak jauh dengan perawat, dapat digunakan hp atau sarana elektronik lainnya. Sedangkan mereka yang berjarak dekat dapat menggunakan media yang sesuai.



c). Kebuntuan Terapeutik
Kebuntuan therapeutik adalah hambatan kemajuan hubungan perawat dengan klien. Macam-macam kebuntuan therapeutik, yaitu:
1. Resistensi
Resistensi adalah upaya untuk tidak menyadari penyebab cemas atau kegelisahan yang dialami. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) Resistensi merupakan bentuk keengganan alamiah atau penghindaran secara verbal yang dipelajari. Resistensi meliputi tindakan menarik diri, bermusuhan, sikap tak terpengaruh, sangat tergantung, tranferens, serta countertransferens (Wilson dan Kneils, 1983). Bentuk-bentuk resistensi, yaitu: (Stuart dan Sundeen, 1995):
a. Lupa, diam, atau mengantuk
b. Pembicaraan yang bersifat dangkal
c. Pemghayatan intelektual klien
Muak terhadap normalitas, tetap menolak, memikul tanggung jawab untuk berubah dengan alasan normalitas adalah hal yang tidak penting
d. Reaksi tranferens
e. Peri;aku amuk atau tidak rasional
2. Tranferens
Transferens adalah pemindahan pikiran, peasaaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan orang lain dari masa kanak-kanak seseorang ke dalam hubungan saat ini (More dan Fine cit. Boyd dan Nihart, 1998). Menurut Boyd dan Nihart transferens merupakan perasaan yang tidak disadari terhadap orang lain yang berasal dari perasaan dan perilaku yang pada dasarnya berhubungan dengan figur yang penting, misalnya orang tua atau saudara. Ada dua jenis utama reaksi tranferens, yaitu:
a. Reaksi tranferens bermusuhan: bermusuhan, cemburu,
kompetisi.
b. Reaksi tranferens bergantung: keinginan untuk dicintai,
dihormati, dan kepuasan bila kebutuhan ketergantungan
terpenuhi.
3. Countertransferens
Countertransferens adalah reaksi perawat terhadap klien yang berdasar pada kebutuhan, konfliks, masalah, dan pandangan mengenai klien yang tidak disadari perawat dan sangat mempengaruhi hubungan perawat klien. Tanda-tanda countertransferens dari perawat antara lain pengenalan yang berlebihan terhadap klien dan terlibat dalam mendebat klien. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) 3 bentuk reaksi countertransferens, adalah:
a. Reaksi sangat mencintai atau caring
b. Reaksi sangat bermusuhan atau membenci
c. Reaksi sangat cemas.
Reaksi Countertranferens menurut Varcarolis (1990), yaitu:
a. Perasaan tidak sabar atau tidak sensitif terhadap klien
b. Perasaan iri
c. Terlalu perhatian pada klien diantara sesei
d. Bermimpi tentang klien
e. Menjadi mencampuri atau mengkontrol klien
f. Terlalu mengindentifikasi keadaan buruk atau kebahagiaan
klien
Beberapa bentuk countertranferens menurut Stuart dan Sundeen (1995), yaitu:
a. Ketidakmampuan berempati
b. Mengatuk
c. Perasaan marah atau tidak sabar
d. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian klien
e. Berdebat dengan klien, cenderung memaksa
f. Mencoba menolong dalam segala hal yang tidak
berhubungan dengan tujuan keperawatan
g. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial
h. Melamunkan atau terlalu memikirkan klien
i. Perasaan cemas, gelisah, perasaan bersalah terhadap klien
j. Kebutuhan mempertahankan intervensi keperawatan
4. Boundary Violation (Pelanggaran Batas)
Boundary violation terjadi jika perawat berusaha memenuhi kebutuhan pribadi dengan klien dan menjadikan hubungan perawatan menjadi tidak terapeutik serta membina hubungan sosial, ekonomi, dan personal klien. Batas-batas hubungan perawat yang tidak boleh dilanggar oleh seorang seorang perawat adalah sebagai berikut:
a. Batas peran. Dalam hal ini perawat harus bersikap profesional kepada siapa pun, tidak terkecuali keluarga perawat sendiri
b. Batas waktu. Peran seorang perawat ditentukan atau dibatasi oleh waktu, misalnya dengan adanya tugas shift.
c. Batas tempat dan ruang
d. Batas uang
e. Batas pemberian hadiah dan pelayanan
f. Batas pakaian, misalnya perawat diwajibkan untuk menggunakan seragam yang telah ditentukan oleh pihak rumah sakit
g. Batas bahasa
h. Batas pengungkapan diri secara personal
i. Batas kontak fisik
Di bawah ini adalah contoh-contoh pelanggaran yang dilakukan oleh perawat, yaitu:
a. Klien mengajak perawat makan di luar rumah
b. Klien mengenalkan perawat kepada anggota keluarganya untuk tujuan hubungan social
c. Perawat menerima hadiah dari klien
d. Perawat menghadiri acara sosial klien
e. Perawat menjalankan bisnis dan memesan pelayanan kepada klien
f. Hubungan professional berubah menjadi hubungan sosial
g. Perawat menghadiri pesta undangan klien
Cara-cara yang dapat dilakukan oleh seorang perawat untuk mengatasi kebuntuan terapeutik:
a. Perawat siap mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien
b. Perawat perlu mempunyai pengetahuan tentang kebuntuan terapeutik dan mengenali tingkah laku yang berhubungan
c. Klarifikasi, refleksi perasaan dapat digunakan untuk memfokuskan perawat terhadap apa yang terjadi
d. Latar belakang tingkah laku perlu digali baik pada perawat maupun pada klien
e. Tujuan hubungan dan area kebutuhan serta masalah ditinjau kembali

KOLABORASI PERAWAT DAN DOKTER
Pengertian
Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. (Shortridge et al. (1986) )
Pada dasarnya kolaborasi adalah proses kerja sama antara profesional kesehatan untuk pengambilan keputusan bersama demi kesembuhan pasien.

Elemen Kolaborasi
STRUKTUR
Dalam kolaborasi terdapat tiga model kolaborasi dimana praktik kolaborasi mengubah model hirarkis menjadi dua model interaksi.
Dokter

Registered Nurse
Pemberi Pelayanan Lain

Pasien
Gambar 1. Model praktik hirarkis
Model praktik hirarkis menekankan komunikasi satu arah, kontak terbatas antara pasien dan dokter dan dokter merupakan tokoh yang dominan.
Dokter

Registered Nurse Pemberi Pelayanan Lain

Pasien
Gambar 2. Model praktik kolaboratif tipe I
Model praktik kolaboratif tipe I menekankan komunikasi dua arah tapi tetap menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dengan pasien.

Dokter Registered Nurse


Pasien


Pemberi Pelayanan Lain
Gambar 3. Model praktik kolaboratif tipe II
Model kolaboratif tipe II lebih bepusat pada pasien dan semua pemberi pelayanan harus saling bekerja sama, juga dengan pasien.
PROSES
Dalam kolaborasi terdapat elemen proses, antara lain:
• Responsibility dan accountability
• Coordination
• Communication
• Cooperation
• Assertiveness
• Autonomy
• Mutual trust dan respect
HASIL AKHIR
Hasil akhir yang dihasilkan dalam sebuah kolaborasi merupakan integrasi dari ide-ide yang menghasilkan penilaian, definisi masalah atau rencana yang baru.

Hambatan Kolaborasi dan Cara Mengatasinya
HAMBATAN

1. Pola Komunikasi dan Perbedaan Latar Belakang Edukasi Perawat-Dokter
Konflik antara perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara dokter dan perawat berkomunikasi mengenai kesan masing-masing. Dua sistem pendidikan yang berbeda dengan sendirinya menghasilkan dua bahasa yang berbeda yang selanjutnya memantulkan dan memperkuat konflik antara perawat dan dokter.
2. Kurangnya Pengertian Antar-disiplin ilmu
Perbedaan status dan kekuasaan menjadi penyebab ketidaksesuaian. Dokter yang cenderung pria dan mempunyai tingkat ekonomi yang lebih tinggi dibanding perawat menjadi sebab konflik antara perawat dan dokter. Walaupun kini telah banyak wanita yang manggeluti dunia medis dan banya perawat yang mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, namun atmosfer masyarakat yang memandang profesi perawat lebih rendah dari pada dokter tetap kental dan itu menjadikan masing-masing profesi tidak menghargai satu sama lain dan menimbulkan masalah kolaborasi.
3. Kurangnya keterbukaan antara dokter dan perawat
Sistim pendidikan yang berbeda dan pandangan masyarakat tterhadap masing-masing profesi membuat masing-masing profesi enggan untuk berkomunikasi.
4. Sensitif pengaturan dan finansial
Profesi perawat yang dipandang sebelah mata oleh dunia medis menjadikan profesi ini sulit mendapatkan dukungan hukum dan finansial. Tidak terlindunginya profesi keperawatan oleh hukum sepenuhnya menghambat kinerja perawat dan tentu saja menghambat kolaborasi.

CARA MENGATASI
Praktik kolaborasi akan tumbuh dengan baik apabila perawat dan dokter belajar menggambarkan apa yang mereka pikirkan dan lakukan dalam bahasa yang mencerminkan penghargaan, dan manajemen sekian banyak aspek kompleks perawatan kesehatan. Dari perawat sendiri diperlukan dukungan hukum dan ekonomi untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitas perawat sehingga mampu untuk berkolaborasi dengan baik dengan tenaga kesehatan lainnya.
Selain itu untuk berkolaborasi, perawat dan dokter membutuhkan kompetensi yang harus dimiliki masing-masing profesi, yaitu:
1. Keahlian di bidang ilmu masing-masing
2. Keterampilan komunikasi
3. Saling menghormati dan mempercayai
4. Pengambilan keputusan
5. Manajemen konflik




Komunikasi Interpersonal
A. Pelaksanaan Prosedur Keperawatan
Komunikasi sangat penting dalam pelaksanaan aseorang perawat tidak akan dapat melaksanakan proses keperawatan dengan baik bila tidak terjalin komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik merukan salah satu factor keberhasilan proses keperawatan.
1. Pengkajian
 Data klien diperoleh melalui wawancara (anamnesa), pemerikasaan fisik, pemeriksaan diagnostic (laboratorium, foto, dsb), informasi / catatan dari tenaga kesehatan lain, dan dari keluarga klien.
 Hampir dipastikan bahwa semua data yang didapat tersebut diperoleh melaui proses komunikasi, baik komunikasi secara berlangsung (verbal, tertulis) maupun tidak langsung (nonverbal).
 Pada tahap ini, proses komunikasi berlangsung paling banyak disbanding komunikasi pada tahap proses keperawatan berikutnya.
 Kemampuan komunikasi mempengaruhi kelengkapan data. Perawat perlu mengetahui hambatan dan gaya klien berkomunikasi. Perawata perlu memperhatikan budaya yang mempengaruhi kapan dan dimana komunikasi dilakukan, penggunaan bahasa, usia, perkembangan klien.
 Hambatan klien dalam berkomunikasi:
a. Language deficits menentukan bahasa yang dipahami klien
b. Sensory deficits  kemampuan mendengar, melihat, dan membau
Ex. Memastikan klien dapat mendengar dengan baik
c. Cognitive impairments  suatu kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif
Ex. CVA, tumor otak dapat mempengaruhi fungsi kognitif
2. Diagnosa keperawatan
 Penentuan diagnosa tanpa mengkomunikasikan kepada klien dapat berakibat salahnya penialaian perawat terhadap masalah yang dihadapi klien.
 Sikap perawat yang komunikatif dan sikap yang kooperatif merupakan factor penting penetapan diagnose keperawatan yang tepat.
 Kemampuan komunikasi di sini yang diperlukan dalam menulis analisis data yang dida[at dari pengkajian serta mendiskusikan masalah yang ditemukan baik kepada klien, keluarga maupun kepada sesame perawat.
 Contoh diagnosa keperawatan akibat kelemahan komunikais verbal menurut NANDA:
- Cemas berhubungan dengan kelemahan komunikasi verbal
- Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan (fisik / anatomis)
- Harga diri rendah b.d. kelemahan komunikasi verbal
- Isolasi social b.d. kelemahan komunikasi verbal
- Gangguan komunikasi verbal b.d. perbedaan budaya
3. Perencanaan
 Interaksi dan komunikasi dengan klien sangat penting untuk menentukan pilihan rencana keperawatan yang akan dilakukan
 Rencana tindakan yang dibuat merupakan media komunikasi antar petugas kesehatan sehingga perencanaan yang disusun perawat dinas pagi dapat dievaluasi / dilanjutkan perawat dinas berikutnya.
 Penentuan etiologi memerlukan kecermatan, kegagalan penentuan etiologi akan berpengaruh terhadap tujuan tindakan keperawatan dan menggangu keberhasilan tindakan. Misal, penentuan tujuan dan intervensi pada klien dengan maslah komunikais yang disebabkan gangguan fisik berbeda dengan masalah komunikasi verbal yang disebabkan karena perbedaan budaya.
4. Implementasi
 Dua kategori perawat dalam berkomunikasi, saat mendekati klien untuk membantu memenuhi kebutuhan fisik klien dan ketika klien mengalami masalah fisikologis.
 Tindakan komunikasi saat menghampiri klien:
a. Menunjukkan muka jujur  tercipta suasana saling percaya
b. Mempertahankan kontak meta dengan baik  memperlihatkan kesungguhan dan perhatian
c. Fokus kepada klien  agar komunikasi terarah
d. Mempertahankan postur terbuka
e. Aktif mendengarkan eksplorasi perasaan klien
f. Rileks saat bersama klien
 Petugas kesehatan harus meningkatkan kemampuan nonverbalnya dengan “SOLER”
S – Sit (duduk) menghadap klien perawat ada untuk mendengar
O – Observe (mengamati) suatu postur terbuka (menandakan tangan dan lengan tidak menyilang)
L – Learn (mencondong ke arah klien)
E – Establish (melakukan dan menjaga kontak mata)
R – Relax  kondisi nyaman dan harmonis
5. Evaluasi
 Komunikasi untuk mengevaluasi apakah tindakan yang telah dilakukan perawat / tenaga kesehatan lainnya membawa pengaruh / hasil positif bagi klien.


Senin, 20 April 2009

TALENT (BAKAT)

Aspek aspek psikologis yang dimiliki oleh setiap individu merupakan potensi sekaligus penggerak seseorang dalam berperilaku dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam kehidupannya.
Salah satu yang dimiliki oleh seseorang adalah BAKAT. Fungsi bakat di dalam hal ini adalah sebagai
Piranti yang diberikan Tuhan yang menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi, kelebihan masing-masing untuk dimanfaatkan sebaik mungkin dalam mensejahterakan kehidupan mereka.
Chaplin (1972) menyatakan bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Degan demikian orang yang memiliki bakat tertent berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Seseorang akan memiliki kemampuan untuk melakukan tugas tertentu dan memiliki kemungkinan lebih cepat menguasai kemampuan tersebut ketika dalam proses belajar. Bakat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar kemampuan tertentu tersebut.
Konsep dari bakat disebutkan sebelumnya sebagai kesiapan untuk belajar pada situasi pembelajaran atas konatif dan afektif sebaik sumber kognitif sebelumnya yang disebut sebagai sumber bakat. Kemudian pertanyaannya adalah apakah mereka yang dianggap tidak berbakat dalam bidang tertentu akan “tidak lebih” berhasil dalam proses pembelajaran ? Hal inilah seorang psikolog harus mencermatinya, bahwa banyak factor mempengaruhi seseorang dalam proses learning itu sendiri. Sehingga bakat, sekalipun merupakan salah satu predictor, tetap bukan merupakan satu-satunya.
Beberapa hal yang juga perlu dipertimbangkan dalam membicarakan BAKAT, antara lain factor inteligensi, motivasi, minat dan juga model pengukuran bakat serta model pembelajaran bakat itu sendiri.

PENGGOLONGAN ILMU

Penggolongan Ilmu
Fungsi ilmu dalam kehidupan manusia adalah sebagai alat bantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.Ilmu diharapkan dapat membantu kita memerangi penyakit, membangun jembatan dan irigrasi, membangkitkan tenaga listrik, mendidik anak dll.Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris.
Ruang penjelajahan keilmuan semakin lama semakin sempit sesuai dengan perkembangan kuantitatif disiplin keilmuan. Jika pada fase permulaan hanya terdapat ilmu-ilmu alam (natural philosophy) dan ilmu-ilmu sosial (moral pilosophy) maka dewasa ini terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan. Setiap ilmuan benar-benar tahu batas-batas penjelajahan cabang keilmuannya masing-masing. Batas-batas ini bertujuan untuk menunjukkan kematangan keilmuan dan profesionalitas. Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan, maka semakin diperlukan “pandangan” dari disiplin-disiplin ilmu yang lain (pendekatan multi-disipliner) agar tidak terjadi sengketa antara disiplin-disiplin ilmu.

Penggolongan ilmu dilakukan agar pembuatan definisi atau nama suatu jenis ilmu berdasarkan sutu susunan yang bersifat sistematik dan berpola. Pembutan definisi sutu jenis ilmu akan memperjelas eksistensi dan kedudukan sutu jenis ilmu dalam struktur luas dunia ilmu. Masalah penggolongan ilmu sering menimbulkan perdebatan Filosofis diantara para ahli Filsafat, Epistemologi, maupun Filsafat ilmu. Mereka terlibat dalam perdebatan tentang cara menggolongkan ilmu, misalnya Tokoh filsafat Jerman W.Dilthey dan W.Windel Band, dan para tokoh filsafat positivistis yang berasal dari lingkungan Wina,Austria(Vienna Circle).





Cara Penggolongan Ilmu

1. Penggolongan Ilmu dengan menggunakan dua istilah yang saling berlawanan(The,1991)
contoh: a. ilmu diskriptif dan ilmu normatif (Herbert Searles)
b. ilmu abstrak dan ilmu konkret(Karl Pearsons)
c. ilmu nomotis dan ilmu ideografis(W.Windelband)
• Ilmu nomotis adalah ilmu yang secara umum ingin membuat suatu hukum-hukum umum ilmiah yang bersifat obyektif untuk semua gejala.
• Ilmu ideografis adalah
- ilmu-ilmu yang termasuk dalam kategori ilmu alam.
Contoh: ilmu alam dan ilmu biologi
- ilmu yang secara khusus ingin membuat sutu diskripsi ilmiah yang bersifat subyektif dan hanya terjadi satu kali saja dalam kerangka waktu dan untuk suatu gejala khusus.
1. Ilmu-ilmu Humaniora adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya.
Contoh: Teologi, filsafat, hukum, sejarah, filologi, bahasa, kesusastraan, dan kesenian.
2. Ilmu-ilmu Sosial yaitu
- ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan masyarakat
- penerapan metode ilmiah untuk mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia.
Contoh: Sejarah dan Antropologi
d. Ilmu Murni dan Ilmu Terapan
ilmu terapan adalah penerapan pengetahuan dari satu atau lebih bidang ilmu alam untuk penyelesaian masalah praktis.
Contoh: ilmu komputer dan informatika

2. Penggolongan Ilmu berdasarkan isi substansi atau obyek material yang menjadi bidang kajian dari suatu ilmu yang bersangkutan.

a. Ilmu matematika adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah abstrak yang terkandung dalam perhitungan matematis.
b. Ilmu Fisika adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang terkandung dalam obyek fisika.
c. Ilmu Biologi adalah ilmu yang memoelajari obyek-obyek biologis yang terdapat dalam makhluk hidup
d. Ilmu Psikologis adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang terkandung dalam obyek-obyek kejiwaan/perilaku manusia, baik yang terbuka maupun tertutup.
e. Ilmu Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah sosial yang terkandung dalam hubungan antara manusia dalam satu kelompok masyarakat.

TEORY BELAJAR

A. Teory Asosiasi Stimulus- Respon
Watson (1930) diakui sebagai pendiri behaviorisme, peletak dasar filsafat bagai teori Stimulus-Respon. Keyakinan aliran behaviorisme tentang kemapuhan stimulus yang terorganisasi, terungkap dari pernyataan Watson sebagai berikut : “ Berikan pada saya selusin anak bayi yang sehat dan normal fisiknya, dan dunia keahlian saya mengembangkan mereka dan saya akan menjamin untuk mengambil setiap mereka secara acak dan melatihnya untuk menjadi berbagai tipe ahli yang saya inginkan “. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa optimis para penganut behaviorisme , bahwa seseorang bisa dibentuk jadi apa saja asal rangsang untuk membentuk mereka benar—benar terprogram dengan baik.
Prinsip di atas akan lebih jelas apabila kita pahami prinsip dasar dari teori itu sendiri yang terdiri dari elemen Stimulus – Respon (S-R). Model tersebut menunjukkan bahwa stimulus berkaitan langsung dengan respon tertentu. Pernyataan ini menggambarkan bahwa pertautan (koneksi) antar stimulus dan respon akan terjadi secara otomatis. Kebanyakan perilaku bawaan atau perilaku yang tak dipelajri cenderung mendukung kecenderungan tersebut. Sebagai contoh , pupil mata kit akan bereaksi secara otomatis terhadap cahaya yang kuat.
Masalahnya ialah apakah seornag mengaitkna stimulus dan respon, sehingga asosiasi antara kedua elemen tersebut terjalin menjadi satu hubungan sebaba-akibat, di mana stimulus tertentu akan diiikuti oleh respon tertentu secar otomatis. Hal ini sejalan dengan tujuan akhir belajar ketrampilan motorik ialah kemampuan untuk memperagakan ketrampilan secara otomatis. Atas dasar asumsi ini, belajar ketrampilan gerak dipahami sebagai pembentukan koneksi antara stimulus dan respon motorik. Berkaitan dengan proses pembentukan koneksi tersebut para psikolog kemudian memahami, pembentukan pertautan antara stimulus respon tak berlangsung secara otomati, tetapi merupakan hasil dari pemikiran sang pelajar.
Untuk selanjutnya teori Asosiasi Stimulus Respon dibagi 4 yaitu :


1. Teori Koneksionis Thorndike
Edward Thorndike (1874-1949) mengembangkan teori-teori dan prinsip-prinsip sebagai pendekatan ilmiah dalam pemecahan masalah pendidikan. Sebagian besar teorinya dikembangkan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap perilaku belajar hewan yang lebih rendah dan tingkatannya dan gejala belajar “mencoba dan salah” (trial and error) pada manusia.
Asumsi dasar tentang belajar yang dikembangkan oleh Trondike pada permulaan tulisannya ialah asosiasi antara kesan yang diperoleh dari alat indra dan impuls untuk berbuat (respon). Asosiasi keduanya dikenal sebagai “bond” atau “koneksi” sehingga teorinya disebut koneksionisme atau bond psycology.
Setelah melakukan penelitian Thorndike percaya bahwa penguasaan pengetahuan atau ketrampilan memerlukan pengembangan pertautan antara stimulus dan respon yang serasi. Hasil dari penemuan Thorndike disintesis sehingga disusun sejumlah prinsip belajar “trial dan error”. Diantara prinsip tersebut dipaparkan oleh Oxedine (1986,1984) sebagai berikut :
1. Pada awal belajar, sedikit sekali keberhasilan yang diperoleh di antara berbagai macam kegiatan.
2. Sukses pertama itu agaknya lebih bersifat kebetulan dan masih belum nampak asosiasi antara stimulus dan respon yang diharapkan.
3. Respon yang salah dan aktivitas yang tak bermanfaat lambat laun semakin berkurang.
4. Si pelajar semakin sadar akan koneksi antara stimulus dan respon, dan kemudian dia memperoleh pengertian atau “feeling”tentang tindakan ang tepat.
5. Latihan memperkuat respon yang tepat dan tindakan atau gerakan menjadi semakin efisien.
Thorndike menekankan tiga spek penting dari belajar. Istilah aslinya ialah readiness, exercise dan effect. Sehingga dikenal Law of Readiness, Law of Exercis dan Low of Effect.
1. Law of Readiness
Hukum ini menyatakan bahwa belajar akan berlangsung paling efektif jika siswa yang bersangkutan telah siap unutk memberikan respon (Oxidene, 1968, 1984).
Dengan kata lain hukum kesiapan Thorndike itu adalah semacam hukum tentang kesiapan untuk menyesuaikan diri dengan stimulus (Hilgrad dan Bower,1997)
2. Low of Exercise
Hukum ini menyatakan bahwa dengan mengulang-ulang respon tertentu sampai beberapa kali akan memperkuat koneksi antara stimulus dan respon. Pertautan yang erat itu akan dikembangkan dan diperkuat melalui pengulangan yang memadai jumlahnya. Dengan kata lain, koneksi tersebut tadi akan menjadi lemah atau lupa kan terjadi jika latihan tidak diteruskan. Karena itu istilah penguatan di sini berarti peningkatan probabilitas bahwa respons tertentu akan diberikan jika situasi yang sama terjadi kembali. Secara singkat dapat dikatakan Low of Exercise adalah bahwa kegiatan berlatih akan membuat hasil belajar makin dikuasai atau makin sempurna.
3. Low of Effect
Hukum “effect “ dianggap sebagai hukum yang paling penting. Hukum effect ini diartikan sebagai berikut penguatan atau melemahnya suatu koneksi merupakan hasil dari konsekuensinya.(Hilgard & Bower.1977).
Menurut hukum effect, koneksi antara elemen Stimulus-Respon(S-R) akan diperkuat jika dialami pengalaman yang menyengkan.
Thorndike juga mengatakan, jika suatu respon diikuti oleh pengalaman yang tidak menyenagkan atau tak memuaskan, konsekuensinya antara S-R menjadi lemah. Namun demikian pada tahap selanjutnya Thorndike menata kembali hukum effect tersebut dengan menjelaskan bahwa amat sering suatu pengalaman yang tidak menyenangkan akan selalu teringat.Contonya jika kita amati kenyataan dalam olahraga, pengalaman pahit seperti kehilangan peluang untuk memenangkan suatu pertandingan penting karena kesalahan kecil dalam manuver taktik akan dikenang terus oleh pemain. Untuk selanjutnya, pemain yang bersabngkutan tak akan melakukan manuver taktik semacam itu.

2. Teori Contiguity dari Guthrie
Edwin R Gutrhie (1886-1959) mengembangkan teori “contiguity” yang menekankan asosiasi antara stimulus dan respons. Guthrie percaya bahwa respon yang didahului atau diiikuti oleh suatu stimulus atau kombinasi suatu rangsangan akan diulang manakala stimulus atau kombinasi rangsangan diulang.
Prinsip pokok teori Guthrie: pertama, rangsang dan gerakan adalah suatu kombinasi; stimulus berasosiasi dengan respons. Kedua, stu pola stimulus akn memperoleh kekuatan asosiasi yang paling kuat saat terjadi koneksi pertama kali dengan respons yang bersangkutan.
Guthrie berpendapt bahwa koneksi rangsang antar stimulus dan rangsang tercipta sepenuhnya pada percobaan atau trial yang pertama (Oxedine, 1968, 1984). Penguasaan suatu ketarampilan baru akan diperoleh malalui repetisi yang mana setiap fase latian mengembangkan kaitan stimulus-respons. Respons yang benar dikembangkan pada saat siswa bersangkutan mampu mangasosiasi respon yang serasi dengan ‘kunci’ gerakan yang benar. Menurut teori Guthrie drill itu berguna untuk melakikan banyak respons yang tepat dan benar.
Pada dasarnya teori Guthrie mangikuti konsep dasr yang dikembangkan oleh Thhorndike, namun penafsiran mereka terhadap belajar berbeda. Perbadaan antara keduanya ialah, bahwa Thordike sangat menekankan skor dari tugas yang dipelajari atau respons yang tepat semwntara Guthrie lebih menekankan pada geakn organisme yng bersangkutan tanpa memprhatikan gerakan itu membawa hasil baik atau tidak. Higlgard Dan Bower (1977) menjelaskan bahwa semakin bermacam-macam gerakan yang di butuhkan untuk melakukan suatu ketrampilan dan semakin bervariasi kunci-kunci penting yang harus menyatu dengan semua gerakan itu, maka semakin banyak latian dibutuhkan.
Guthrie beranggapan, balajar seumpama suatu proses yabg berlangsung dalam sebuah kotak yang tidak terlihat isinya dari luar sehingga gejala belajar tak sepenuhnya dapat dipahami oleh pendekantan ilmiah. Dia juga berpendapat bahwa motivasi bukan factor penting dalam proses belajar, karena kaitan antar stimulus –respons.

3. Teori Reinforcement dari Hull
Clrak l.hull adalah teori stimulus – respon yang menekankan pentingya reduksi dorongan sebagai factor paling utama dalam belajar. Kebutuhan organisme direalisasikan dalam suatu dorongan (drive). Tesis hall menyatakan, sebuah stimulus akan menyebabkan terjadinya respons yang terwujud berupa dorongan. Dorongan tersebut membangkitkan terjadinya respons oleh organisme yang berakir jika dorongan itu berkurang. Pengurangan dorongan reinforcement yang mengembangkan kebiasaan atau belajar.
Inti dari teori hull adalah bahwa koneksi stimulus – respons bersifat mekanistik untuk membentuk kebiasaan, reinforcement juga merupakan unsure pemuas, menyusul terjadinya respons. Teori hill berpengaruh terhadap pengorganisasian program belajar yang mesti dirancang untuk memenuhi kebutuhan siswa, karena pengurangan dorongan adalah reinforcement yang mengembangkan kebiasaan, program pendidikan harus berdasarkan kebutuhan siswa.
Sehubungan dengan prinsip transfer, hull berpendapat bahwa rangsang tak harus benar-benar sama untuk menghasilkan respons yang sama pula.pengulangan tugas ajar terus menerus akan menimbulkan inhibisi. Semakin sering tugas ajar itu dilkukan, semakin kuat keangganan untuk untuk mengulangi tugas ajar yang bersangkutan.jadi, intibisi itu prosesnya seiring dengan jumlah waktu . karena itu belajar bukan merupakan akibat dari jumlah latihan,tapi berganung pada reinforcement ( reduksi dorongan ). Agar efektif, latihan harus dilakukan dalam keadaan siswa memiliki fisiologis dan psikologis.









4. Operant Conditioning dari Skinner
B.F Skinner mengembangkan teory yang menekankan pentingnya reinforcement dari respon sebagai faktor yang paling menentukan dalam belajar. Dalam belajar ketrampilna motorik, teori skinner memiliki dampak yang kuat, teorinya disebut operant conditioning yang artinya proses belajar yang menyebabkan respon makin sering terjadi dengan cara memberikan reinforcement atau penguat terhadap tindakan yang diharapkan yang diharapkan. Dapat ditambahkan sebuah reinforce yang merupakan unsur penguat jika unsur itu meninkatkan peluang terjadinya respon.
Menurut teori Skinner unsur penguat itu terbagi menjadi 2 macam :
1. Unsur penguat positif
Kalau penyaji suatu kejadian yang mengikuti sebuah operan meningkatkan kemungkinan bagi operan itu untuk muncul dalam situasi yang sama, maka disebut proses dan konsekuensi disebut penguat positif. Konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan juga disebut penguat yang positif.Penggunaan kata benda “penguatan” digunakan karena frekuensi dari perilaku yang mendahului konsekuensi mungkin diperkuat oleh atensi / perhatian yang diperintahkan.
Contohnya yaitu dengan memuji-muji seorang anak yang sangat menolong merapikan rumah, adalah satu contoh penguatan positif sehingga kemungkinan pujian itu membuat anak tersebut semakin besar kemungkinan untuk membantu membetulkan rumah.


2. Unsur penguat negatif
Kalau penghapusan suatu kejadian yang mengikuti sebuah operan meninggikan kemungkinan bahwa operan akan muncul dalam situasi yang sama, maka untuk proses dan konsekuensi yang muncul dinamakan penguatan negatif. Konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan juga dinamakan penguat negatif.
Penguatan negatif in dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Kondisioning lari / escape
Selam terjadi kondisioning melarikan diri, frekuensi dari operan ditingkatkan di bawah pengaruh keadaan yang sama, karen ahal itu akan menghentikan kejadian yang berjalan terus.
Contohnya yaitu kebiasaan-kebiasaan menutupi telinga ketika terdengar suara guntur dan halilintar, membersihkan ruangan karena tidak mau dicaci orang lain.
2. Kondisioning menghindar
Selama terjadiny akondisioning menghindar, frekuensi dari operan menjadi naik/tinggi dalam satu keadaan tertentu, karena operan itu menunda atau mencegah munculnya satu kejadian (yang dianggap tidak menyenangkan) .
Contonya : Seornag anak dapat menghindarkan diri dari teguran ayahnya mengenai ketidakmampuannya di kelas dengan cara meninggalkan kertas ulangannya di sekolah


















2. Teory Sign-Gestalt dari Tolman
Edward C. Tolman dikenal sebagai tokoh teory gestalt. Konsep penting yang dikembangkan tolman adalah ide tentang persepsi dan penerapannya dalam pendidikan. Konsep utama Tolman adalah sign-Gestalt yang beart I pengorganisasian atau pembentukan pola rangsang yang bertindak sebagai tuntutan atau petunjuk bagi si pelajar.
Menurut Tolman, si pelajar berbuat untuk mencapai tujuan atau mengikuti petunjuk rambu-rambu untuk mencapai tujuannya. Tolman juga menekankan bahwa manusia tidak bereaksi secara otomatis dan pasif terhadap rangsang. Dia berpendapat, manusia berfikir ketika mengorganisasi rangsang. Karena itu, intelegensi manusia sangat penting. Dia juga berpendapat bahwa tria dan error merupakan ciri ynag melekat pada kegiatan latihan. Si pelajar mencoba mencari jalan yang berbeda-beda untuk memecahkan masalah. Karena itu, Tolman menganjurkan bahwa mental practice merupakna satu cara belajar yang penting pad semua tipe belajar. Tolman menerima prinsip hadiah dan hukuman sebagai faktor penting untuk mendorong kegiatan belajar. Terutama untuk merangsang kegiatannya agar lebih giat atau meneruskan aktivitasnya.

INTELIGENSI (kecerdasan)

INTELIGENSI (kecerdasan)

1. Alfred Binet
 Menurut Binet kecerdasan mempunyai 3 aspek kemampuan yaitu :
1. ‘direction’  kemampuan untuk memusatkan kepada suatu masalah yang harus dihadapi /dipecahkan.
2. adaptation  kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya atau fleksibel di dalam menghadapi masalah.
3. ‘ critism’  kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.
Analisa : definisi kecerdasan Alfred Binet termasuk ke dalam definisi kecerdasan struktural karena definisi kecerdasan tersebut terstruktur/ terbagi ke dalam 3 aspek kemampuan yaitu direction, adaptation dan critism.

2. William Stern
 Intelegensi merupakan kapasitas atau kecakapan umum pada individu yang secara sadar untuk menyesuaikan fikirannya pada situasi yang dihadapi.
Analisa : definisi kecerdasan William Stern termasuk ke dalam kecerdasan fungsional karena definisi kecerdasan tersebut diartikan sebagai bentuk atau wujud berupa kapasitas atau kecakapan umum

3. George D. Stodart
 Intelegensi adalah kecakapan dalam menyatakan tingkah laku yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. mempunyai tingkat kesukaran
2. kompleks
3. abstrak
4. ekonomis
5. memiliki nilai-nilai sosial
6. memiliki daya adaptasi dengan tujuan

7. menunjukkan kemurnia (original)
Analisa : definisi kecerdasan George D. Stodart termasuk ke dalam definisi kecerdasan struktural karena definisi kecerdasan tersebut terstruktur / terbagi dalam 7 ciri – ciri kecerdasan.

4. Edward Throndike
 Intelegensi adalah kemampuan individu untuk memberikan respon yang tepat (baik) terhadap stimulus yang diterimanya.
Analisa : definisi kecerdasan Edward Throndike termasuk ke dalam definisi kecerdasan operasional karena kecerdasan tersebut menyatakan cara individu dalam merespon stimulus yang diterimanya.

5. Carl Sperman
 Intelegensi terdiri dari 2 faktor yaitu ;
1. General ability (faktor G) yaitu kecakapan umum
2. Special ability (faktor S) yaitu kecakapan khusus.
Faktor G dan faktor S merupakan faktor yang terpisah tapi bekerja sama sebagai suatu kesatuan yang bulat. Teori ini dikenal dengan ‘teory dwi faktor ‘(two factor theory)
Analisa : definisi kecerdasan Carl Sperman termasuk ke dalam definisi kecerdasan struktural karena kecerdasan tersebut terstruktur / terbagi ke dalam 2 faktor yaitu general ability dan special ability

6. Lewis M. Terman
 Intelegensi adalah kesanggupan untuk belajar secara abstrak
Analisa : definisi kecerdasan Lewis M. Terman termasuk ke dalam definisi kecerdasan operasional karena kecerdasan tersebut menyatakan cara yaitu belajar secara abstrak.




7. David Wechsler
 Intelegensi adalah kumpulan atau kapasitas global dari individu untuk bertindak dengan maksud untuk berfikir secara operasional, berbaur dengan lingkungan secara efektif . Wechsler percaya bahwa aktivitas mental dari individu dapat ditemukan dengan verbal dan hasil subtest.
Analisa : definisi kecerdasan David Wechsler termasuk ke dalam definisi kecerdasan operasional karena kecerdasan tersebut menyatakan cara / operasional antara lain : kapasitas global individu untuk bertindak dengan maksud berfikir secara operasional dan berbaur dengan lingkungan secara efektif.

8. L.L Thurstone
 Intelegensi terdiri dari multi faktor yang meliputi 13 faktor. Diantara 13 faktor tersebut ada 7 faktor yang merupakan faktor dasar (primary abilities) . Ketujuh faktor tersebut adalah :
1. Verbal comprehension (V)  kecakapan unutk memahami pengertian yang diucapkan dengan kata-kata.
2. Word fluency (W)  kecakapan dan kefasihan menggunakan kata-kata.
3. Number (N)  kecakapan untuk memecahkan masalah matematika (penggunaan angka-angka bilangan)
4. Space (S)  kecakapan tilikan ruang, sesuai dengan bentuk hubungan formal, seperti menggambar design from memory.
5. Memory (M)  kecakapan untuk mengingat.
6. Perceptual (P)  kecakapan mengamati dan menafsirkan, mengamati persamaan dan perbedaan suatu objek .
7. Reasoning (R)  kecakapan menemukan dan menggunakan prinsip – prinsip
Analisa : definisi kecerdasan George D. Stodart termasuk ke dalam definisi kecerdasan struktural karena definisi kecerdasan tersebut terstruktur / terbagi dalam 7 faktor yang merupakan faktor dasar (prmary abilities).

9. Carl Witherington
 Intelegensi adalah kesempurnaan bertindak sebagaimaan dimanifestasikan ke dalam kemampuan-kemampuan / kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Facility in the use of numbers atau fasiliitas dalam menggunakan bilangan dan angka
2. Languace effeciency atau efesiensi penggunaan bahasa.
3. Speed of perception atau kecepatan pengamatan.
4. Facility in memoryzing atau fasilitas dlam mengingat.
5. Facility in comprehending relationship atau fasilitas dalam memahami hubungan
6. Imagination atau menghayal dan mencipta.
Analisa : definisi kecerdasan Carl Witherington termasuk ke dalam definisi kecerdasan struktural karena definisi kecerdasan tersebut terstruktur / terbagi dalam 6 bentuk kemampuan atau kecerdasan .

10. Dearbon
 Intelegensi adalah kesanggupan untuk belajar daripada pengalaman
Analisa : definisi kecerdasan Dearbon termasuk ke dalam definisi kecerdasan operasional karena kecerdasan tersebut menyatakan cara yaitu kesanggupan untuk belajar dari pengalaman.

11. Woodworth
 Intelegensi ada 3 aspeknya yaitu
1. Pengenalan sesuatu yang penting
2. Penyusunan diri dengan situasi yang baru
3. Ingatan.
Analisa : definisi kecerdasan Woodworth termasuk ke dalam definisi kecerdasan struktural karena definisi kecerdasan tersebut terstruktur / terbagi dalam 3 aspek kecerdasan yaitu pengenalan sesuatu yang penting, penyusunan diri dengan situasi yang baru dan ingatan.

PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA MASA BAYI

1. TEORI PIAGET TENTANG PERKEMBANGAN BAYI
 Piaget yakin bahwa seorang anak melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bayi melalui tahap-tahap tersebut berasal dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan adanya pengorganisasian struktur berpikir.
 Perkembangan pemikiran bayi dibagi dalam empat tahap yaitu:
a. Tahap perkembangan sensorik motorik.
b. Tahap praoperasional.
c. Tahap operasional konkret.
d. Tahap operasional formal.

1.1 Tahap Perkembangan Sensorik-Motorik
 Tahap ini berlangsung dari lahir hingga kira-kira hingga usia 2 tahun dan meliputi kemajuan dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan sensasi yang diterima melalui gerakan-gerakan fisik.
 Tahap sensorik – motorik dibagi menjadi enam subtahap yaitu :
1. Refleks sederhana ( simple reflexs)
 Pengertian : suatu subtahap sensorik motorik pertama Piaget.
 Waktu : bulan pertama setelah kelahiran.
 Karakteristik : pada subtahap ini, alat dasar koordinasi sensasi dan aksi ialah melalui perilaku refleksif. Bayi mengembangkan suatu kemampuan untuk menghasilkan perilaku yang menyerupai refleks dalam ketiadaan rangsang reflektif yang jelas.
 Contoh : bayi dalam tahap ini dapat langsung menghisap botol susu yang didekatkan bayi.
2. Kebiasaan – kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer (first habits and primary circular reactions).
 Pengertian : subtahap sensorik-motorik Piaget kedua
 Waktu : antara usia 1 dan 4 bulan.
 Karakteristik : pada subtahap ini, bayi belajar mengorganisasikan sensasi dan tipe skema atau struktur , yaitu kebiasaan-kebiasaan dan reaksi sirkuler primer.

 Suatu kebiasaan ialah suatu skema yang didasarkan atas satu refleks yang sederhana
Contoh : Seorang bayi pada subtahap 1 akan menghisap bila secara oral dirangsang oleh suatu botol , tetapi pada subtahap 2 ini dapat melatih isapan bahkan bila tidak ada botol muncul.
 Reaksi sirkuler primer ialah suatu skema yang didasarkan pada usaha bayi untuk memproduksi suatu peristiwa yang menarik atau menyenangkan yang pada mulanya terjadi secara kebetulan.
Contoh : Seorang anak secara kebetulan menghisap jarinya ketika jarinya didekatkan di dekat mulutnya, kemudian dia mencarinya untuk dihisap lagi, tetapi jari tidak bekerja sama dalam pencarian karena bayi tidak dapat mengkoordinasikan tindakan visual dan tindakan manual.
3. Reaksi sirkuler sekunder ( secondary circular reaction )
 Pengertian : subtahap sensorik motorik ketiga Piaget
 Waktu : antara usia 4 dan 8 bulan.
 Karakteristik : Pada subtahap ini, bayi semakin berorientasi atau berfokus pada benda di dunia, yang bergerak di dalm keasyikan dengan diri sendiri dalam interaksi sensorik motorik.
 Contoh : Kesempatan menggoyang-goyangkan suatu mainan yang berbunyi kertak – kertak, misalnya dapat menakjubkan bayi dan selanjutnya akan mengulang tindakan ini dalam rangka mengalami ketakjuban, bayi meniru tindakan orang lain seperti berbicara,dll.
4. Koordinasi reaksi sirkuler sekunder ( coordination secondariy circular reaction )
 Pengertian : subtahap sensorik motorik Piaget keempat.
 Waktu : antara usia 8 dan 12 tahun.
 Karaktristik : Pada subtahap ini, beberapa perubahan yang signifikan berlangsung meliputi koordinasi skema dan kesenjangan. Bayi dapat mengkoordinasikan dan mengkombinasikan ulang skema yang telah dipelajari sebelumnya dengan cara yang terkoordinasi.
Berkaitan dengan koordinasi ini adalah antara pencapaian kedua adanya kesenjangan(intentionality), pemisahan cara dan tujuan dalam melaksanakan perbuatan yang sederhana.

 Contoh : Bayi dapat menggunakan suatu tongkat ( cara )untuk meraih suatu mainan yang diinginkan di dalam jangkauan tertentu ( tujuan ).
5. Reaksi sirkuler tersier, kesenangan atas sesuatu yang baru dan keingintahuan (tertiery circular reaction, novelty and curiosity ).
 Pengertian : Subtahap sensorik – motorik kelima Piaget. Yaitu suatu skema di mana bayi dengan tujuan tertentu menjelajahi kemungkinan- kemungkinan baru pada benda-benda dan terus- menerus mengubah apa yang dilakukan terhadap benda-benda itu dan mengamati hasilnya.
 Waktu : antara usia 12 dan 18 bulan.
 Karakteristik : Pada subtahap ini, bayi semakin tergugah minatnya oleh berbagai hal yang ada pada benda-benda itu dan oleh banyaknya hal yang dapat mereka lakukan pada benda-benda itu.
 Contoh : Balok dapat dibuat jatuh, berputar atau ditabrakan ke benda lain.
6. Internalisasi skema (Internalization of schemes)
 Pengertian : Subtahap sensorik-motorik keenam Piaget.
 Waktu : Antara usia 18 dan 24 bulan.
 Karakteristik : Pada subtahap ini, fungsi mental bayi berubah dari suatu taraf sensorik-motorik murni menjadi suatu taraf simbolis dan bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk menggunakan simbol- simbol primitif. Simbol primitif adalah representasi peristiwa yang dialami bayi melalui sensoris gambar atau kata yang terinternalisasi dalam dirinya.
 Contoh : Seorang anak membuka pintu pelan-pelan agar setumpuk kertas yang diletakkan di atas lantai tidak terbang kemana-mana. Dengan jelas anak memiliki suatu gambaran kertas atas kertas yang belum pernah dia lihat sebelumnya dan apa yang terjadi pada kertas itu bila pintu dibuka dengan cepat.
1.2 Ketetapan Benda (Object permanence )
 Ketetapan benda mengacu pada perkembangan kemampuan untuk memahami benda-benda dan peristiwa – peristiwa tetap ada walaupun bayi tidak lagi terlibat kontak dengan benda dari peristiwa itu.
 Cara yang ditempuh untuk mendapatkan pemahaman atas ketetapan benda pada bayi ialah dengan melihat reaksi seorang bayi ketika suatu benda atau peristiwa yang menarik perhatian dijauhkan dari bayi. Kalau bayi tidak memperlihatkan reaksi, itu dianggap mereka yakin benda itu tidak ada lagi. Sebaliknya kalau bayi terheran-heran atas hilangnya benda itu dan mencari benda itu, hal ini berarti mereka yakin benda itu tetap ada.

2. PERSPEKTIF BARU TENTANG PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA MASA BAYI
 Pada dasawarsa lalu, muncul suatu pemahaman baru tentang perkembangan kognitif bayi setelah adanya penelitian perkembangan kognitif bayi.
 Teori perkembangan sensorik motorik Piaget disanggah dari dua sumber, yaitu:
1. Penelitian yang mendalam di bidang perkembangn persepsi bayi menunjukkan bahwa suatu dunia persepsi yang lebih stabil dan nyata telah dibangun jauh lebih awal pada masa bayi dibandingkan dengan yang dibayangkan oleh Piaget.
2. Para peneliti baru-baru ini telah menemukan memori dan betuk-bentuk kegiatan simbolis lainnya terjadi sekurang-kurangnya pada semester kedua tahun pertama.
 Perkembangan persepsi dan konsepsi pada bayi menunjukkan bahwa bayi memiliki kemampuan persepsi yang lebih canggih dan dapat memulai berpikir jauh lebih awal dibandingkan apa yang dibayangkan oleh Piaget.
 Para peneliti yakin bahwa bayi terlahir dengan apa atau memperoleh kemampuan-kemampuan ini sebelumnya di dalam perkembangan mereka.

3. PERSPEKTIF PEMROSESAN INFORMASI DAN PERKEMBANGAN BAYI
 Tidak seperti Piaget, para pakar psikologi pemrosesan informasi tidak menggambarkan masa bayi sebagai suatu tahap atau serangkaian subtahap perkembangan sensorik motorik. Sebaliknya mereka menekankan pentingnya perkembangan kognitif seperti perhatian , memory dan pemikiran.
 Piaget yakin bahwa kemampuan bayi untuk membangun skema sensorik motorik,meniru, membentuk gambaran atas benda yang bayi lihat dicapai pada pertengahan kedua tahun kedua, tetapi para pakar psikologi pemrosesan informasi yakin bahwa kemampuan-kemampuan perhatian, simbolis, imitasi dan konseptual terjadi jauh lebih awal dan maju dalam perkembangan mereka, termasuk perkembangan dalam hal memori dan imitasi.



3.1 Habituasi dan Dishabituasi
 Pembiasaan (habituation) adalah penyajian yang berulang-ulang dari stimulus yang sama yang menyebabkan berkurangnya perhatian terhadap rangsangan.
Contoh : apabila suatu rangsangan (cahaya atau suara) ditujukan kepada bayi beberapa kali secara berturut-turut, mereka biasanya kurang memberi perhatian terhadap rangsangan itu.
 Dishabituation ialah suatu minat yang diperbaharui seorang bayi terhadap suatu rangsangan.
Contoh : apabila bayi diberikan rangsangan yang berbeda dari jenis rangsangan sebelumnya dan bayi memberi perhatian terhadap rangsangan itu, maka hal itu disebut dishabituasi.
3.2 Memori
 Memory adalah unsur pusat perkembangan kognitif, yang memuat seluruh situasi yang didalamnya individu menyimpan informasi yang ia terima sepanjang waktu.
 Memori berkembang jauh lebih awal pada masa bayi dan lebih spesifik daripada kesimpulan yang dikemukakan sebelumnya.
3.4 Imitasi
 Kemampuan imitasi bayi secara biologis telah muncul sejak lahir karena bayi ternyata dapat meniru ekspresi wajah dalam beberapa hari pertama setelah kelahiran.
 Meltzoff mempelajari imitasi yang ditunda (deferred imitation) yang merupakan imitasi yang terjadi setelah suatu penundaan waktu berjam-jam atau berhari-hari.
Penelitian Meltzoff  Dalam suatu investigasi Meltzoff mendemonstrasikan bahwa bayi berusia 9 bulan dapat meniru tindakan yang mereka lihat dilakukan 24 jam sebelumnya.
Piaget yakin bahwa imitasi yang ditunda terjadi pada usia kira 18 bulan, Meltzoff menunjukkan bahwa imitasi ini jauh lebih awal dalam perkembangan bayi.

4. PERBEDAAN-PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM INTELEGENSI
 Skala perkembangan intelegensi bagi balita muncul sebagai akibat dari adanya pelaksanaan tes IQ pada anak-anak yang lebih besar, tetapi ukuran-ukuran yang mengukur bayi pada dasarnya kurang verbal dibandingkan dengan tes IQ yang mengukur intelegensi anak-anak yan lebih tua.
 Tes intelegensi bayi berguna dalam mengukur berapa besar dampak kekurangan gizi, obat-obatan, kehilangan kasih sayang ibu (maternal deprivation) dan rangsangan lingkungan dalam perkembangan bayi.


 Test perkembangan Bayi Gesell
 Gesel adalah salah seorang pengembang awal tes bayi dengan mengembangkan suatu ukuran yang digunakan sebagai suatu alat klinis untuk memisahkan bayi-bayi yang berpotensi normal dan abnormal.
 Versi tes yang digunakan Gesell yaitu Development Quotien (DQ) yaitu skor perkembangan keseluruhan yang meliputi subskor pada bidang motorik, bahasa, daya suai (adaptive) dan interaksi personal-sosial dalam pengukuran bayi. Akan tetapi, skor keseluruhan tidak berkolerasi tinggi dengan skor IQ yang diperoleh selanjutnya pada masa anak-anak, karena skalanya tidak bersifat verbal dibandingkan komponen pada tes intelegensi kepada anak-anak yang lebih besar.
 Skala perkembangan Bayi Bayley (Bayley scales of Infant Development)
 Dikembangkan oleh Nancy Bayley yang digunakan secara luas dalam pengukuran perkembangan bayi yang dapat memperlihatkan perilaku bayi dan meramalkan perkembangan kemudian.
 Versi Bayley memiliki 3 komponen yaitu : skala mental, skala motorik dan profil perilaku bayi.
 Ukuran intelegensi bayi sebetulnya bukanlah peramal yang baik tentang ukuran intelegensi pada masa anak-anak. Akan tetapi, aspek-aspek khusus intelegensi bayi berkaitan dengan aspek-aspek khusus intelegensi masa anak-anak.
Aspek khusus tersebut misalnya kemampuan bahasa balita sangatlah berkaitan dengan kemampuan bahasa, kemampuan membaca dan mengeja pada usia 6 hingga 8 tahun.

5. PERKEMBANGAN BAHASA
5.1 Apa itu Bahasa ?
 Bahasa (language) adalah suatu sistem simbol yang digunakan untuk berkomunukasii dengan orang lain.Pada manusia, bahasa ditandai oleh daya cipta yang tidak pernah habis dan adanya sebuah sistem aturan.
 Daya cipta yang tidak pernah habis (infinite generativy) adalah suatu kemampuan individu untuk menciptakan sejumlah kalimat bermakna yang tidak pernah berhenti dengan menggunakan seperangkat kata dan aturan yang terbatas, yang menjadikan bahasa sebagai upaya yang sangat kreatif.
 Sistem aturan bahasa mencakup fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik.



5.2 Pengaruh Biologis
 Fakta bahwa evolusi biologis membentuk manusia menjadi makhluk linguistik
 Dalam kaitannya dengan evolusi biologis, otak, sistem syaraf, dan sistem suara berevolusi selama ratusan ribu tahun.
5.3 Keterikatan Biologis (Biological Prewiring)
 Noam Chomsky berpendapat bahwa manusia terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa pada suatu waktu tertentu dan cara tertentu dan memiliki suatu alat penguasaan bahasa
 Alat penguasaan bahasa atau Language acquisition Device (LAD) ialah suatu kemampuan tata bahasa bawaan yang mendasari semua bahas manusia yang memiliki keterikatan biologis yang memudahkan manusia (anak) untuk mendeteksi kategori bahasa tertentu, seperti fonologi, semantik dll.
5.4 Apakah binatang memiliki bahasa?
 Semua binatang dapat berkomunikasi satu sama lain dan beberapa diantaranya misalnya simpanse dapat dilatih memanipulasi simbol-simbol yang mirip bahasa.
 Tetapi sampai saat ini para peneliti masih memperdebatkan apakah binatang memiliki perangkat bahasa yang sama dengan perangkat bahasa manusia.
5.5 Adakah suatu Periode yang Penting untuk Mempelajari Bahasa ?
 Tahun-tahun awal masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa. Jika pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur hidup.
5.6 Pengaruh Perilaku dan Lingkungan
 Bahasa hanyalah bentuk lain dari perilaku. Para ahli perilaku yakin bahasa dipelajari khususnya melalui penguatan dan imitasi, walaupun kemungkinan ini lebih merupakan usaha yang memudahkan pembelajaran bahasa daripada hal mutlak diperlukan.
 Kebanyakan anak diperkenalkan dengan bahasa sejak awal perkembangan mereka . Beberapa cara orang dewasa mengajarkan bahasa pada bayi adalah dengan motherese, recasting, echoing, expanding dan labeling.
 Strategi yang digunakan oleh orang dewasa untuk memperkaya penguasaan bahasa anak antara lain:
1. Motherese
 ialah satu peran yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa pada anak kecil. Motherese yakni cara ibu dan orang dewasa sering berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas daripada normal, dan dengan kalimat yang sederhana.
2. Recasting (Menyusun Ulang)
 ialah pengucapan makna suatu kalimat yang sama atau yang mirip dengan cara yang berbeda, barangkali dengan mengubahnya menjadi suatu pertanyaan.

 Contoh : Jika seorang anak mengatakan “ Anjing itu menggonggong “ , orang dewasa dapat merespon “ Kapan anjing itu menggonggong?”. Dampak recasting sesuai dengan anjuran ‘mengikuti untuk mengarahkan‘ menolong anak untuk mempelajari bahasa, yakni memberi komentar, menjelaskan dll.
3. Echoing (Menggemakan)
 Ialah mengulang apa yang anak katakan pada anda, khusunya kalau perkataan itu adalah suatu ungkapan atau kalimat yang tidak sempurna.
4. Expanding (Memperluas)
 Ialah menyatakan ulang apa yang anak telah katakan dalam bahasa yang secaralinguistik canggih.
5. Labeling (Memberi Nama)
 Ialah mengidentifikasikan nama-nama benda.
5.7 Bagaimana Bahasa Berkembang ?
 Beberapa tonggak masa perkembangan bahasa pada masa bayi yaitu :
1. Mengoceh  usia 3 – 6 bulan
Permulaan mengoceh ditentukan oleh kematangan biologis, bukan oleh penguatan (reinforcement), pendengaran atau interaksi pengasuh bayi.
Tujuan komunikasi sejak bayi adalah menarik perhatian orang tua dan orang lain di sekitar.
2. Pemahaman kata-kata pertama oleh bayi  usia 6 – 9 bulan
3. Pertumbuhan pembendaharaan kata yang diterima  usia 9 – 12 bulan
Pertumbuhan pembendaharaan kata yang diterima mencapai 300 kata atau lebih, dan mulai mengerti pelajaran, seperti kata ‘daah’ yang diucapkan ketika berpisah.
4. Pengucapan kata pertama  usia 10 – 15 bulan.
Pengucapan kata pertama terjadi pada usia ini. Perbendaharaan kata ucapan bayi meningkat secara cepat rata-rata mencapai 200 – 275 pada usia 2 tahun.
 Hipotesis Holofrase (holoprhrase hypothesis)
 Hipotesis holofrase menyatakan bahwa suatu kata tunggal sering digunakan untuk mengartikan suatu kalimat yang sempurna,hal ini menandai kata pertama bayi.
 Pada usia 18 – 24 bulan, bayi sering berbicara dengan pengucapan dua kata. Selama tahap dua kata ini, bayi dengan cepat memahami pentingnya mengekspresikan konsep dan peran yang dimainkan oleh bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain.
 Cara Berbicara Telegrafis
 Ialah penggunaan kata-kata yang pendek dan tepat utnuk berkomuikasi, ini menandai pengucapn dua kata oleh bayi.
 Mean Length of Utterance (MLU) / Panjang Pengucapan Rata-rata (Roger Brown)
 Yaitu sebuah indeks yang perkembangan bahasa yang didasarkan atas jumlah kata per kalimat yang dihasilkan oleh seorang anak di dalam suatu sampel yang terdiri dari sekitar 50 hingga 100 kalimat, sebagai suatu indeks kematangan yang baik.Tahapan MLU :

Tahap MLU
1 1+ 2,0
2 2,5
3 3,0
4 3,5
5 4,0


Tahap 1 mulai ketika anak menciptakan kalimat yang teridiri dari satu kata, tanda 1+ menunjukkan bahwa jumlah rata-rata kata pada masing –masing ucapan lebih banyak dari satu tetapi belum sampai dua. Tahap ini berlanjut hingga anak memiliki rata-rata dua kata per pengucapan,dst

 Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting dalam perkembangan bahasa mereka terutama peran orang tua dan orang lain di sekitar anak.

TEORI-TEORI KOGNITIF

TEORI-TEORI KOGNITIF
Dua teori kognitif yang penting ialah teori perkembangan kognitif Piaget dan teori pemrosesan informasi

2.1. Teori Piaget
Pakar psikologi Swiss terkenal, Jean Piaget (1896-1980) menekankan bahwa anak-anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri; informasi tidak sekadar dituangkan kedalam pikiran mereka dari lingkungan. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk mencakup gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan memajukan pemahaman. Dalam pandangan Piaget, dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu ialah pengorganisasian dan penyesuaian. Piaget (1954) yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara : asimilasi dan akomodasi.

1. Asimilasi (assimilation)
Terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru kedalam pengetahuan mereka yang sudah ada.
2. Akomodasi (accomodation)
Terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.


Piaget juga yakin bahwa kita melampaui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang khas/berbeda.

1. Tahap sensorimotor (sensorimotor stage), yang berlangsung dari kelahiran hingga usia 2 tahun, merupakan ahap pertama Piaget. Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan motorik fisik-oleh karena itulah istilahnya sensorimotor.

2. Tahap praoperasional (preoperational stage), yang berlangsung kira-kira dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua Piaget. Pada tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar.

3. Tahap operasional konkret (concrete operational stage), yang berlangsung kira-kira dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga Piaget. Pada tahap ini, anak-anak dapat melaksanakan operasi, dan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan kedalam contoh-contoh yang spesifik atau konkret.

4. Tahap operasional formal (formal operational stage), yang tampak dari usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terakhir Piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.

2.2 Teori Pendekatan Pemrosesan Informasi
Pendekatan pemrosesan informasi (information-processing approach) berkaitan dengan bagaimana individu memproses informasi tentang dunia mereka-bagaimana informasi masuk kedalam pikiran, bagaimana informasi disimpan dan disebarkan, dan bagaimana informasi diambil kembali untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kompleks seperti memecahkan masalah dan berpikir.

METODE STATISTIKA

Dewasa ini metode statistika sudah berkembang sangat luas, untuk mengakomodasi berbagai kondisi data. Karena dalam aplikasinya hampir tidak bisa lepas dari peranankomputer, sebagian besar metode tersebut telah diimplementasikan dalam berbagai paket statistika.

Untuk memberikan gambaran umum tentang metode statistika, terutama yang telah banyak diimplementasikan pada paket-paket komputer, pada akhir bab ini diberikan ringkasan metode statistika elementer yang banyak dipergunakan di kalangan peneliti dan semuanya tersedia pada R hanya beberapa metode tidak tersedia dalam menu RCommander (lihat Bab 1).
Berdasarkan asumsi sebaran yang dipergunakan, metode statistika dapat dibedakan menjadi dua bagian utama yaitu:
1. Statistika Parametrik: yaitu analisis yang didasarkan atas asumsi bahwa data memiliki sebaran tertentu (diskrit atau kontinu, normal atau tidak normal) dengan parameter yang belum diketahui. Fungsi metode statistika adalah untuk meramal parameter, melakukan uji parameter, atau semata-mata melakukan eksplorasi berdasarkan informasi yang ada pada data.
2. Statistika Nonparametrik: yaitu analisis yang tidak didasarkan atas asumsi distribusi pada data. Umumnya teknikini dipakai untuk data dengan uuran kecil sehingga tidak cukupkuat untuk mengasumsikan distribusi tertentu pada data.
Selain dua kelompok metode di atas, belakangan ini, dengan kemajuan pesat di bidang komputasi, telah berkembang metode statistika berbasis simulasi. Karena lebih banyak bergantung pada komputer, metodei ini sering disebut sebagai CIS (Computer Intensive Statistics)
1.1.1 STATISTIKA PARAMETRIK
Sebagian besar metode statistika diturunkan secara analitik dan deduktif berdasarkan asumsi fungsi kepadatan. Oleh karena itu, untuk bisa memanfaatkan metode tersebut dengan benar, data harus mengikuti sebaran tertentu (misalnya Binomial, Poisson, Normal, Eksponensial, Gamma dan sejenisnya). Persoalan yang dihadapi pada umumnya adalah menduga atau menguji partemeter yang belum diketahui dari distribusi tertentu yang dianggap sesuai dengan kondisi data. Metode statistika yang diturunkan seperti ini disebut metode parametrik. Namun tidak semua metode parametrik melakukan uji parameter (uji hipotesis), beberapa diantaranya hanya melakukan eksplorasi informasi yang melaporkan kesimpulan yang diperoleh dari eksplorasi tersebut.

STATISTIKA DENGAN UJI HIPOTESIS
Dalam beberapa kondisi, peneliti telah memiliki gambaran (dugaan) tentang populasi (bisa berdasarkan kajian teori, atau hasil penelitian terkait sebelumnya). Dalam hal ini, tujuan utama peneliti adalah membuktikan, dengan alat statistika, apakah dugaan yang yang dimilikidapat dibuktikanbenar atau sebaliknya. Ada dua kelopok besar yang dapat dilakukan dengan uji hipotesis yaitu:
1. Uji hipotesis terkait uji rerata yaitu untuk menguji atau mengestimasi besarnya rerata 1 kelompok, menguji beda dua kelompok atau lebih, dengan berbagai kondisi kelompok (saling bebas atau berpasangan/ tidak saling bebas).
2. Uji hubungan baik terbatas pada besarnya derajat asosiasi (uji korelasi) atau mencari bentuk hubungan fungsional beberapa variabel (uji regresi). Uji regresi saat ini juga telah berkembang sangat luas tergantung distribusi variabel respon yang dihadapi.

UJI RERATA
Dalam statistika parametrik, salah satu parameter yang banyak menarik perhatian untuk diuji atau diramal adalah parameter rerata (mean). Untuk data dengan 1 subpopulasi atau 2 subpopulasi (sering juga disebut kelompok dengan satu atau dua kategori,) uji yang dipakai adalah uji Z atau T. Sedangkan untuk subpopulasi lebih dari dua dipergunakan uji F atau lebih dikenal dengan analisi variansi (ANAVA)

1) UJI T DAN Z (KELOMPOK DENGAN SATU-DUA KATEGORI)
Misalkan kita memiliki data dengan kelompok terdiriatas 1-2 kategori atau subpopulasi (misalnya kelompok kaya-miskin, laki-perempuan, eksperimen-kontrol). Dalam hal ini ada beberapa tujuan dan kondisi data yang berpengaruh pada pemilihan uji statistika yang dapat dilakukan. Beberapa kondisi yang bisa ini diantaranya:
1. Kita ingin menguji apakah rerata keseluruhan populasi sama dengan angka tertentu. Dalam hal ini ada dua uji statistika yang dapat dilakukan yaitu:
a. Uji T satu kelompok jika ukuran sampel kecil dan variansi populasi tidak diketahui.
b. Uji Z satu kelompok jika ukuran sampel cukup besar atau variansi populasi diketahui.
2. Kita ingin menguji apakah rerata dua kelompok (yang ada secara alamiah, misalnya laki-perempuan, dalam kota-luar kota) sama atau berbeda. Dengan kata lain apakah suatu atribut (jenis kelamin, status sosial, tempat tinggal) berpengaruh terhadap suatu kondisi yang menjadi perhatian.
a. Uji T dua kelompok saling bebas jika ukuran sampel kecil dan variansi populasi tidak diketahui.
b. Uji Z dua kelompok saling bebas jika ukuran sampel cukup besar atau variansi populasi diketahui.
3. Kita ingin menguji apakah rerata dua kelompok (yang muncul dari rekayasa, misalnya kelompok eksperimen-kontrol) sama atau berbeda. Dengan kata lain apakah suatu eksperimen memberi dampak seperti yang diperkirakan. Dalam hal ini dua subpopulasi yang terbentuk merupakan subpopulasi yang tidak saling bebas atau bahkan (satu kelompok dengan dua atribut, pre & post treatment/test atau dua subpopulasi yang saling berpasangan, eksperimen-kontrol)
a. Uji T dua kelompok berpasangan jika ukuran sampel kecil dan variansi populasi tidak diketahui.
b. Uji Z dua kelompok berpasangan jika ukuran sampel cukup besar atau variansi populasi diketahui.

UJI F/ANAVA (KELOMPOK DENGAN KATEGORI ATAU LEBIH)
Jika banyaknya subpopulasi lebih dari dua (tiga atau lebih), maka uji yang dapat dilakukan adalah uji ANAVA/ANOVA (Analisis variansi/analysis of variance). Pada umumnya uji anava dibatasi pada subpopulasi yang saling bebas yaitu subpopulasi satu dengan lainnya bukan merupakan subpopulasi yang sama, juga bukan merupakan subpopulasi yang berpasangan. Uji ANAVA dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1. ANAVA satu arah (jika hanya ada satu pengelompokan yang menjadi perhatian, misalnya status sosial: kaya, menengah,miskin)
2. ANAVA multi arah (jika hanya ada lebih dari satu pengelompokan yang menjadi perhatian, misalnya beda rata-rata tekanan darah penduduk dilihat dari status sosial (kaya, menengah, miskin) dan pendidikan (dasar, menengah, tinggi), atau yang lainnya (suku bangsa: jawa, bali dan lainnya)
3. MANAVA/MANOVA*) (Multivariat Anava) yaitu ANAVA untuk respon yang tidak saling bebas (multivariat). Data multivariat ini terjadi apabila kelompok yang sama diamati untuk lebih dari dua atribut (misalnya untuk mahasiswa dilihat nilai Tugas, Nilai Ujian Mid dan Nilai Ujian Akhir, atau satu atribut di amati lebih dari dua kali (tekanan darah pasien pagi, siang dan malam hari). Uji MANOVA kadang-kadang disebut juga uji profil.


A. UJI PROPORSI

B. UJI HUBUNGAN
Selain melakukan uji beda rerata beberapa kelompok, kadang-kadang kita ingin menguji apakah dua peubah (atribut masyarakat) saling berhubungan atau tidak. Dalam hal ini ada dua hal yang umum dilakukan yaitu (i) hany aingin mengetahui derajat asosiasi (apakah dua variabel berhubungan positif atau negatif), (ii) ingin mengetahui hubungan fungsional antara dua variabel atau lebih.

1) UJI KORELASI
Uji korelasi hanya ingin mengetahui besarnya derajat asosiasi antara beberapa variabel (misalnya, antara berat badan, tinggi badan, tekanan darah dan lainnya). Koefisien korelasi yang biasa dihitung untuk data berdistribusi Normal adalah koefisien korelasi poroduk momen Karl Pearson dari Besarnya derajat asosiasi dinyatakan dengan bilangan r dengan kisaran nilai .

2) UJI REGRESI
Berbeda dengan uji korelasi, dengan uji regresi kita lebih tertarik pada hubungan fungsional antara suatu peubah (misalnya y) dengan beberapa peubah lainnya (misalnya ) yang dinyatakan dalam bentuk
.
Variabel y disebut variabel respon (terikat) dan xi disebut variabel bebas atau variabel penjelas. Dari bentuk umum di atas diperoleh beberapa bentuk analisis regresi khusus yang dilihat dari jenis distribusi datanya.
1. Regresi Normal (normal linear model), yaitu regresi dengan data respon (y) berdistribusi Normal dan saling bebas.
2. Regresi Normal Campuran (normal mixed model)*, yaitu regresi untuk data respon berdistribusi normal tetapi merupakan data tidak saling bebas (bisa berasal dari pengamatan berulang, seperti tekanan darah dalam tiga waktu berbeda)
3. Regresi Tergeneralisir (Generalized Linear Model)*, yaitu regresi dengan data respon yang tidak berdistribusi normal (misalnya Binomial, Poisson, Eksponensial). Termasuk dalam jenis ini adalah analisis probit atau logit atau regresi logistik (untuk data berdistribusi Binomial) dan analisis log-linier untuk data berdistribusi Poisson.
4. Regresi Campuran Tergeneralisir (Generalized Linear Mixed Model)*, yaitu regresi untuk data yang tidak berdistribusi normal juga tidak bebas. Termasuk dalam analisi ini adalah GEE (Generalized Estimating Equation), GLMM, HGLM (Hierarchical Generalized Linear Model).
5. Selain berdasarkan distribusi sebaran, dalam penerapannya analisis regresi juga bervariasi jika dilihat kompleksitas variabel penjelas xi, misalya apakah diantaranya ada variabel kategorik berupa kelompok atau faktor (misalnya jenis kelamin, etnik dan sejenisnya), demikian juga apakah diantara variabel penjelas ada yang saling berkorelasi satu dengan lainnya (ada tidaknya multikolinieritas).
6. Regresi dengan diri sendiri (Analisis Deret Waktu/ Time Series)*. Sering peneliti tertarik melihat tren dari suatu fenomena dari waktu ke waktu dalam jangka waktu yang relatif lama. Misalnya harga rata-rata barang perbulan dalam jangka waktu 2-3 tahun, biaya listrik ataupun tilpun perbulan selama 2-3 tahun. Analisis deret waktu (time series) berkembang cukup luas dan telah menjadi bidang kajian tersendiri yang banyak aplikasinya dalam bidang ekonomi (ekonometrik).

EKSPLORATIF (ANALISIS EKSPLORASI DATA)
Tidak semua analsis statistika bertujuan menguji atau meramal parameter. Ada beberapa analisis, umumnya untuk data multi variabel, lebih bersifat eksploratif dan hanya melaporkan hasil eksplorasi tanpa harus didahului oleh pendugaan parameter. Namun, analisis ini di sisi lain masih didasarkan atas asumsi bahwa respon yang diamati mengikuti sebaran normal. Beberapa analisis multivariat (peubah ganda) yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya adalah analisis gerombol, analisi diskriminan, analisis komponen utama.

A. ANALIS KOMPONEN UTAMA
Analisis komponen utama (AKU) disebut juga PCA (Principal Components Analysis). Jika kita berhadapan dengan data yang memiliki sangat banyak variabel, sangat mungkin beberapa variabel yang ada saling berhubungan satu dengan lainnya sehingga jumlah variabel yang sangat banyak tersebut dapat direduksi menjadi beberapa komponen yang penting. Reduksi dimensi variabel ini sangat membantu dalam representasi grafik (yang umumnya berdimenasi 2 atau 3). Selain itu dalam analisis regresi penggunaan analisis komponen utama ini dapat menghindarkan adanya persoalan kondisi buruk akibat adanya matrik singuler atau mendekati singuler. Kondisi buruk akibat adanya matrik singuler atau mendekati singuler, dapat berakibat tidak konvergennya pendugaan parameter dalam analisis regresi, sehingga analisis regresi menjadi tidak menghasilkan estimasi atau menghasilkan estimasi yang sesungguhnya tidak benar.

ANALISIS GEROMBOL (CLUSTER ANALYSIS)*
Jika kita menghadapi populasi dengan sangat banyak atribut (misalnya potensi daerah suatu kabupaten yang terdiri atas banyak variabel potensi wilayah), kitamungkin ingin mengetahui pengelompokan wilayah atas dasar kedekatan potensi sehingga memudahkan pemerintah daerah membuat kebijakanyang sesuai dengan wilayah tersebut. Analisis untuk pengelompokkan seperti ini disebut analisis gerombol. Analisis gerombol ini ada yang bersifat hirarkis (bertingkat) ada juga yang tidak.

C. ANALISIS DISKRIMINAN
Berbeda dengan kondisi sebelumnya dimana pada dasarnya pengelompokkan belum ada dan peneliti ingin mengelompokkan suatu populasi menjadi beberapa kelompok yang relatif homogin. Dalam analisis diskriminan pengelompokan telah ada (misalnya jurusan pada suatu fakultas) dan tugas peneliti adalah merumuskan fungsi yang membedakan (diskriminan) masing-masing kelompok yang ada berdasarkan variabel-variabel yang dimiliki kelompok yang ada (misalnya dalam hal pengelompokan jurusan dapat dilihat nilai NEM, NilaiUjian SPMB atau Nilai IP Semester untuk bidang MIPA, Matematika, Fisika, Biologi, Kimia). Hal ini bermanfaat untuk melakukan pengelompokan ulang yang lebih sesuai atau pengelompokkan anggota baru ke dalam salah satu kelompok yang telah ada.

1.1.2 STATISTIKA NONPARAMETRIK
Statistika nonparametrik tidak didasarkan atas asumsi distribusi pada data. Oleh karena itu analisis ini sering disebut sebagai analisis statistika bebas distribusi (distribution free statistical anaysis). Kondisi ini biasanya diberlakukan pada data dengan ukuran kecil dan dengan skala pengukuran yang jauh dari skala interrval. Karena ukuran data yang kecil, ukuran pemusatan yang menjadi fokus tidak lagi rata-rata atau rerata, tetapi median.

1. UJI KELOMPOK SALING BEBAS
Uji ini bertujuan untuk menguji adanya beda median antara dua kelompok yang saling bebas. Uji ini ekuivalen dengan uji beda mean untuk kelompok saling bebas pada uji parametrik dengan menggunakan uji-Z atau uji-T. Ada dua uji nonparametrik (keduanya sesungguhnya ekuivalen) yang dapat dilakukan yaitu:
1. Uji U Man-Whitney
2. Uji Wilcoxon untuk kelompok saling bebas.

2. UJI KELOMPOK BERPASANGAN
Uji ini ekuivalen dengan uji-Z atau uji-T untuk sampel berpasangan pada uji parametrik. Bedanya terletak pada kondisi sebaran data yang juga terkait dengan sekala pengukuran data. Uji yang dapat dipergunakan adalah Uji Wilcoxon untuk data berpasangan.


3. UJI LEBIH DARI DUA KELOMPOK SALING BEBAS
Uji ini ekuivalen dengan uji ANAVA pada uju parametrik. Bedanya terletak pada kondisi sebaran data yang juga terkait dengan sekala pengukuran data. Uji yang dapat dipergunakan adalah uji H Kruskal-Walis.

4. KORELASI RANK SPEARMAN
Analisis ini ekuivalen dengan analsis korelasi produk momen untuk uji parametrik. Untuk uji nonparametrik, karena datanya pad a umumnya pada skala rank order, korelasi yang dihitung adalah korelasi rank dari Spearman.

1.1.3 METODE STATISTIKA BERBASIS SIMULASI
Pada dasarnya metode statistika berbasis simulasi ini diaplikasikan untuk data dengan ukuran relatif kecil, sehingga tidak cukup informasi untuk mengasumsikan distribusi pada data. Pada metode nonparametrik, perhitungan dilakukan berdasar ukuran pemusatan data yang sedikit yang umumnya merupakan sekala rank, sehingga memungkinkan dilakukan perhitungan secara manual. Metode statistika berbasis simulasi, merekonstruksi data artifisial dalam ukuran relatif besar dan sangat banyak sekali baik dengan cara resampling, yaitu mengambil sampel yang ada secara berulang-ulang (bootstrap) atau dengan merekonstruksi sampel baru dengan karakteristik yang sesuai (MCMC: Markov Chained Monte Carlo). Selanjutnya estimasi dan uji keseluruhan dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh estimasi pada masing-masing data simulasi tadi.


STRUKTUR MENU RCOMMANDER

Panel-----|-- Data set aktif
|-- Edit data set
|-- Lihat data set
|-- Model aktif
|-- Submit (Eksekusi)

Menu
Data ------|--Data set Baru
|--Impor data --------|--Dari Teks
|--Dari SPSS
|--Dari Minitab
|--Data pada R -------|--Daftar data
|--Data dari paket aktif

Statistika-|--Ringkasan ---------|--Data set aktif
|--Numerik
|--Matriks korelasi

|--Tabel kontingensi -|--Satu arah
|--Multi arah
|--Analisis dua arah

|--Proporsi ----------|--Sampel Tunggal
|--Sampel ganda

|--Variansi ----------|--Uji F beda variansi
|--Uji Bartlett
|--Uji Levene

|--Nonparametrik -----|--Uji Wilcoxon sampel tunggal
|--Uji Wilcoxon sampel ganda
|--Uji Kruskal Walis

|--Regresi -----------|--Regresi Sederhana
|--Model Linier
|--Model Linier Tergeneralisir
(GLM)

|--Uji Beda ----------|--Uji t sampel tunggal
|--Uji t sampel ganda
|--Uji t sampel berpasangan
|--Uji anava satu faktor
|--Uji anava multi faktor

|--Analisis ---------|--Reliabilitas skala
dimensional |--Analisis Komponen Utama
(RKU/PCA)
|--Analisis faktor
|--Analisis klaster

Grafik-----|--Grafik indeks
|--Histogram
|--Boxplot
|--QQplot
|--Diagram kuantil-kuantil
|--Diagram pencar
|--Matriks diagram Pencar
|--Grafik garis
|--Diagram rata-rata
|--Grafik batang
|--Grafik lingkaran
|--Grafik 3D

Distribusi-|--Distribusi Kontinu--|--Distribusi Normal
|--Distribusi t
|--Distribusi Chi-kwadrat
|--Distribusi Seragam
|-- ...
|--Distribusi Gumbel

-|--Distribusi Diskrit--|--Distribusi Binomial
|--Distribusi Poisson
|-- ...
|--Distribusi Hipergeometrik

Alat ------|--Aktifkan paket
|--Aktifkan Plug-in
|--Pilihan

Bantuan ---|--Bantuan Commander
|--Pengantar RCommander
|--Bantuan data (jika ada)
|--Tentang Rcmdr